
RI Kecanduan Impor LPG, Kenapa Kilangnya Nggak Ditambah Aja?

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasokan Liquefied Petroleum Gas (LPG) di Indonesia mayoritas masih dipenuhi melalui impor. Hingga 2024, impor LPG diperkirakan akan melonjak mencapai 10,01 juta ton dari tahun ini yang diperkirakan sebesar 6,84 juta ton.
Impor LPG ini disebutkan untuk menutupi kebutuhan LPG nasional yang diperkirakan mencapai 11,98 juta ton pada 2024, sementara produksi masih stagnan di level 1,97 juta ton per tahun.
Bila ini terus dibiarkan, tentunya akan berimbas pada tergerusnya devisa negara dan mempertaruhkan kemandirian energi nasional karena akan terus bergantung pada impor.
Lantas, apakah yang membuat pemerintah Indonesia tidak meningkatkan produksi LPG domestik ini? Apakah membangun kilang LPG baru tidak ekonomis bagi para pelaku usaha?
Pengamat perminyakan Universitas Trisakti Pri Agung Rakhmanto menjelaskan sumber gas sebagai bahan baku LPG ada di Tanah Air, namun untuk membangun kilang perlu infrastruktur dan perlu kebijakan harga yang kondusif.
Menurutnya, biaya membangun kilang LPG masih pantas secara keekonomian. Tapi, pelaku usaha tentu akan membandingkan dengan portofolio bisnis yang lain. Permasalahan yang dihadapi pada pembangunan kilang LPG ini menurutnya kurang lebih sama dengan pembangunan kilang bahan bakar minyak (BBM).
"Baik pasar bahan bakar minyak (BBM) maupun LPG di Indonesia keduanya regulated market. Harga produk sebagian besar merupakan harga subsidi, sehingga rentan bergantung pada kebijakan harga dari pemerintah," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Rabu (11/11/2020).
Di sisi lain, masalah subsidi di negara ini tidak hanya melihat dari sudut pandang ekonomi, namun juga politik.
"Bagi investor, regulated atau administered market seperti ini tidak terlalu menarik bila dibandingkan dengan pasar yang penentuan harganya didasarkan atas keekonomian atau mekanisme pasar," jelasnya.
Pemerintah terus mendorong proyek hilirisasi batu bara, salah satunya menjadi gasifikasi atau dimethyl ether (DME) yang bisa digunakan sebagai pengganti LPG. Jika proyek ini berjalan, maka diharapkan impor LPG bisa ditekan.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengatakan pembangunan kilang tujuannya adalah untuk mengolah bahan baku. Oleh karena itu, jika bahan bakunya tidak ada, maka cukup logis jika tidak membangun kilang.
"Kalau bahan baku tidak ada, maka menjadi logis kalau kemudian tidak menambah kilang," paparnya.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Konsumsi Meroket, Tapi Kenapa Produksi LPG RI Gak Naik-naik?