
Ada 'Ramalan' Perang Dunia III di Bumi, Laut China Selatan?

Jakarta, CNBC Indonesia - Ramalan soal risiko perang dilontarkan kepala angkatan bersenjata Inggris. Ia memperingatkan ketidakpastian dan kecemasan global karena krisis ekonomi di tengah masih mewabahnya virus corona (Covid-19).
Dalam sebuah wawancara, Kepala Staf Pertahanan Inggris Nick Carter mengatakan ada peningkatan ketegangan di regional. Kesalahan penilaian bisa saja menyebabkan konflik meluas.
"Saya pikir kita hidup pada saat di mana dunia adalah tempat yang sangat tidak pasti dan gelisah," katanya dalam wawancara Remembrance Sunday, peringatan tahunan bagi mereka yang terbunuh dan terluka dalam konflik, pada Sky News dikutip Reuters Rabu (11/11/2020).
"Dinamika persaingan global juga merupakan ciri hidup kita dan saya pikir risiko nyata yang kita miliki dengan cukup banyak banyak konflik regional yang sedang terjadi saat ini, apakah Anda bisa melihat eskalasi menyebabkan kesalahan perhitungan?,".
Ia pun menegaskan ada ancaman nyata dari perang di belahan dunia lain. Menurutnya risiko ada dan perlu disadari.
"Jika Anda melupakan kengerian perang, maka risiko besarnya menurut saya adalah orang mungkin berpikir bahwa pergi berperang adalah hal yang wajar untuk dilakukan," katanya lagi.
"Kita harus ingat bahwa sejarah mungkin tidak terulang tetapi memiliki ritme, dan jika Anda melihat kembali abad terakhir, sebelum kedua perang dunia, saya pikir tidak dapat disangkal bahwa ada eskalasi yang menyebabkan kesalahan perhitungan yang pada akhirnya menyebabkan perang ... semoga tidak akan terjadi."
Sementara itu di sejumlah wilayah di dunia, konflik memang masih terjadi. Di Asia misalnya, situasi memanas di Selat Taiwan dan Laut China Selatan.
Ini melibatkan dua negara super power dunia, Amerika Serikat (AS) dan China. AS membuat panas China dengan menjual senjata ke Taiwan, di mana Taipe selama ini dianggap Beijing bagian dari wilayahnya meski telah mendeklarasikan kemerdekaan.
Sedangkan di Laut China Selatan, China dan AS terlibat ketegangan karena klaim 90% negeri Xi Jinping. AS masuk dan berpatroli dengan dalih kebebasan navigasi dan melindungi sekutu, di antaranya Filipina.
Kemenangan kandidat dari Partai Demokrat Joe Biden dari petahana Partai Republik Donald Trump dalam Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) AS 3 November lalu, juga diperkirakan tidak akan membuat situasi cair. Mengutip South China Morning Post ketegangan mungkin akan tetap sama.
Dalam kampanyenya, Biden kerap mengecam Beijing atas tindakannya di Hong Kong. Ia menjuluki kebijakannya terhadap minoritas Muslim di wilayah Xinjiang sebagai "tidak berbudi" dan menyebut Xi seorang "preman".
Dalam debat pada konvensi calon presiden partai Demokrat, Biden mengatakan dia pernah memberi tahu Xi bahwa AS akan menentang zona larangan terbang China di Laut China Selatan. Ia malah menyebut "kami menerbangkan pembom B-1 melaluinya".
Beijing belum secara resmi memberi selamat kepada Biden atas kemenangannya. Kementerian Luar Negeri China memberikan sebagian besar jawaban yang tidak jelas pada briefing harian pada hari Senin, mengatakan bahwa mereka berharap pemerintahan baru akan bekerja ke arah yang sama seperti kita ke depan.
(sef/sef) Next Article Biden Presiden AS, Laut China Selatan Terancam Perang?
