Internasional

Erdogan Was-was Biden Jadi Presiden AS, Kok Bisa?

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
10 November 2020 13:29
Turkey's President Recep Tayyip Erdogan, center, and Pakistan Prime Minister Imran Khan review a military honour guard during a welcome ceremony at Nur Khan airbase, in Rawalpindi, Pakistan, Thursday, Feb. 13, 2020. Erdogan is in Pakistan for a two-day state visit. Erdogan's wife Emine Erdogan is at the right.(Presidential Press Service via AP, Pool)
Foto: AP/

Jakarta, CNBC Indonesia - Kekalahan petahana Donald Trump terhadap Joe Biden dalam Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) Amerika Serikat (AS) rupanya membuat Turki was-was.

Melansir AFP, Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan kini tidak lagi dapat mempengaruhi kebijakan AS, hanya dengan panggilan telepon sederhana, seperti yang kadang ia lakukan terhadap Trump.


"Sekarang, dengan Trump keluar dari Gedung Putih, Erdogan punya alasan untuk cemas," tulis analis Institut Timur Tengah Gonul Tol dalam catatan penelitiannya, dikutip media Prancis itu, Selasa (10/11/2020).

"Saya tidak berpikir pemerintahan Biden akan memanjakan Turki, di Suriah dan di tempat lain," tambah pengamat lain Sam Heller seorang analis independen di Suriah.



Diam bukan hanya dilakukan Erdogan tapi juga para pejabat Turki. Mereka mengatakan hanya akan berkomentar setelah ada hasil resmi.

Ini bukan juga tanpa alasan. Para pejabat Turki menggarisbawahi wawancara yang diucapkan Biden kepada The New York Times pada Desember 2019 lalu.

Biden menyebut Erdogan sebagai "otokrat" menjadi viral pada Agustus 2020 dan membuat Turki mengecam hal tersebut. Biden juga menyarankan AS untuk memberanikan tokoh-tokoh oposisi untuk memungkinkan mereka menghadapi dan mengalahkan Erdogan.

Ini membuat sejumlah petinggi negara sufi itu bersuara. Juru bicara Erdogan, Ibrahim Kalin, mengatakan pernyataan Biden sombong dan munafik.

"Di bawah pemerintahan Biden, hubungan antara Washington dan Ankara niscaya akan dimulai dengan ketegangan dan kekhawatiran di kedua sisi," tulis Asli Aydintasbas dari Dewan Eropa untuk Hubungan Luar Negeri (ECFR).

Salah satu hal yang membuat Turki was-was adalah apakah Biden akan memberi sanksi kepada negara ini setelah membeli sistem pertahanan udara Rusia berteknologi tinggi yang dilarang oleh Pentagon.

Meskipun sanksi mendapat dukungan bipartisan di Kongres, Trump mengambil langkah untuk tidak terlalu menghukum dengan menghentikan Turki dari membeli program jet tempur siluman F-35 AS.

"Pemerintahan Biden kemungkinan akan memiliki kekhawatiran yang sama dengan pemerintahan Trump, bahwa sanksi terhadap Turki akan mengasingkan sekutu NATO yang masih penting," tulis Aydintasbas.

Demikian pula, Trump mendukung Erdogan atas Halkbank yang dikelola negara Turki, yang menurut jaksa penuntut AS berpartisipasi dalam skema multi-miliar dolar untuk menghindari sanksi terhadap Iran.

Seorang hakim federal Manhattan akan mulai mendengarkan kasus tersebut pada bulan Maret, dan Erdogan dilaporkan telah menekan Trump melalui telepon untuk membatalkan penyelidikan Halkbank, menggunakan saluran langsung yang sama yang digunakan untuk mempengaruhi kebijakan AS di Suriah.

Meski begitu, menurut para analis, Biden yang menjadi presiden terpilih tidak akan begitu saja menjauhi Turki. Sebaliknya, akan ada kemungkinan AS melibatkan kembali salah satu sekutu Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) yang strategis secara geografis dan militer yang kuat.

"Dalam jangka panjang, pemerintahan Biden akan lebih menguntungkan Turki," kata jurnalis Murat Yetkin.

"Biden adalah politisi berpengalaman, dia akan bersikap baik lebih rasional dan tindakannya akan lebih bisa diprediksi."


(sef/sef) Next Article Ini Pemimpin Dunia yang Belum Ucapkan Selamat Kepada Biden

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular