RI Sah Bergabung Lagi di Klub Resesi Dunia, Begini Dampaknya

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
07 November 2020 19:20
Indonesia Resesi
Foto: AP/Dita Alangkara

Indonesia tidak sendirian dalam menghadapi resesi. Pandemi Covid-19 membuat ekonomi dunia mengalami kontraksi yang sangat dahsyat, bahkan lebih hebat ketimbang krisis keuangan global akibat subprime mortgage 2008 silam. 

Dua lembaga keuangan internasional yang bermarkas di Washington DC yaitu Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksikan output perekonomian global terkontraksi lebih dari 4%. 

Berdasarkan data yang dihimpun Trading Economics, ada 49 negara yang juga mengalami resesi. Negara-negara yang cenderung menerapkan lockdown ketat serta social distancing secara mandiri cenderung mengalami kontraksi yang lebih dalam. Akibatnya sektor ketenagakerjaan pun terdampak dan pengangguran global meningkat. 

Organisasi Buruh Internasional (ILO) melaporkan, fenomena penutupan tempat kerja berakibat pada disrupsi pasar tenaga kerja di seluruh dunia, yang mengakibatkan hilangnya jam kerja yang lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya.

Perkiraan total kerugian jam kerja pada kuartal kedua tahun 2020 (relatif terhadap kuartal keempat tahun 2019) sekarang adalah 17,3%, atau setara dengan 495 juta pekerjaan setara penuh waktu (FTE). Angka tersebut direvisi naik oleh ILO dari perkiraan sebelumnya di 14,0% ( 400 juta pekerjaan FTE).

Negara-negara berpenghasilan menengah ke bawah adalah yang paling terpukul, setelah mengalami penurunan jam kerja yang diperkirakan mencapai 23,3% (240 juta pekerjaan FTE) pada kuartal kedua tahun ini.

Hilangnya jam kerja diperkirakan akan tetap tinggi pada kuartal ketiga tahun 2020, pada 12,1% atau 345 juta pekerjaan FTE. Selain itu, proyeksi revisi untuk kuartal keempat menunjukkan prospek yang lebih suram dari perkiraan sebelumnya.

Dalam skenario baseline, kerugian jam kerja pada kuartal akhir tahun 2020 diperkirakan akan meningkat menjadi 8,6% atau 245 juta pekerjaan FTE.

Kerugian jam kerja yang tinggi ini mengakibatkan kerugian besar dalam pendapatan tenaga kerja. Nilai kerugian pendapatan tenaga kerja (sebelum memperhitungkan langkah-langkah pemberian bantuan oleh pemerintah) ditaksir mencapai 10,7% (yoy) selama tiga kuartal pertama tahun 2020 secara global menjadi US$ 3,5 triliun, atau 5,5% dari produk domestik bruto (PDB) global untuk tiga kuartal pertama tahun 2019.

Kehilangan pendapatan tenaga kerja tertinggi terjadi di negara-negara berpenghasilan menengah ke bawah. Berdasarkan estimasi ILO kerugian ditaksir mencapai 15,1% di negara-negara berpenghasilan menengah ke bawah dan 11,4% di negara-negara berpenghasilan menengah ke atas.

Inilah yang membuat resesi global tahun ini menjadi resesi yang sangat mengerikan. Bahkan lebih mengerikan ketimbang pada krisis keuangan global 2008 silam. Tingginya pengangguran membuat angka kemiskinan pun merajalela.

Tiga peneliti asal King's College London dan Universitas Nasional Australia memperkirakan jumlah penduduk miskin dunia tahun ini bakal mencapai 1,12 miliar orang atau setara dengan 14,3% dari total populasi global.

Akan ada tambahan 400 juta orang dalam keadaan yang mengalami kemiskinan ekstrem. Artinya jika mengacu pada definisi Bank Dunia, kelompok yang berada di garis kemiskinan ekstrem ini harus hidup di bawah US$ 1,9 per hari atau setara dengan Rp 27.550/hari asumsi kurs Rp 14.500/USS$.

Di saat yang sama jurang antara si kaya dan si miskin juga semakin melebar. Sungguh sangat memprihatinkan.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular