Indonesia Resmi Resesi, Ini Buktinya 'Perihnya' di Masyarakat

Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
07 November 2020 08:45
Ilustrasi Indonesia Resesi (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Ilustrasi Indonesia Resesi (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia resmi masuk negara yang mengalami resesi setelah Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) minus 3,49% secara tahunan (yoy).

Kontraksi PDB dua kuartal berturut-turut secara tahunan membuat Indonesia resmi menyandang status resesi untuk kali pertama sejak 1999 atau 21 tahun silam.



Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, meyakini ekonomi Indonesia sudah menyentuh titik nadir. Kondisi terburuk sudah dilalui, sehingga ke depan adalah saatnya untuk bangkit.

Akan tetapi, Sri Mulyani menggambarkan berbagai perbaikan yang sudah terlihat pada kuartal III-2020. Artinya, ke depan yang ada adalah pemulihan.



Lalu bagaimana faktanya di masyarakat?

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira mengatakan dampak terburuk dari resesi adalah adanya PHK massal. Bhima merinci Indonesia telah mengalami 3 gelombang PHK tahun ini.

Gelombang PHK pertama terjadi pada waktu PSBB pertama, di mana sektor pariwisata, perhotelan, dan restoran terdampak. Kemudian, di Gelombang PHK kedua menyampu sektor industri manufaktur dan retail pada pertengahan Juni-Juli 2020.

"Nah gelombang ketiga PHK ini akan merata di hampir semua sektor, termasuk perdagangan, transportasi, dan bisnis properti," jelas Bhima kepada CNBC Indonesia.

Selain adanya gelombang PHK masal, angka kemiskinan juga bisa naik tajam karena masyarakat rentan miskin sedikit persediaan cashnya. Mau di sektor usaha mikro, kecil, dan menegah (UMKM) pun, kata Bhima masyarakat akan sulit. Karena perkantoran akan tutup, omset pasti akan menurun.

Menurut Bhima bertambahnya angka pengangguran dan kemiskinan ini harus diantisipasi, agar tidak mengulang kasus 1998. Bantuan pemerintah sebaiknya langsung dipercepat penyalurannya.

Bhima juga menyarankan, realisasi stimulus macet seperti subsidi bunga dialihkan ke bantuan langsung tunai (BLT) penuh, karena masih banyak pekerja informal belum tersentuh bantuan.

"Program Kartu Pra Kerja itu dibongkar total dirubah BLT untuk pengangguran. Jangan dikasih training dulu, ini situasi mendesak pengangguran harus di beri subsidi juga yang jumlahnya bahkan lebih besar dari subsidi upah pekerja formal," jelas Bhima.

Selain itu, Bhima mengatakan angkatan kerja baru makin sulit bersaing karena lowongan kerja menurun. Sementara itu, perusahaan kalaupun lakukan rekruitment akan prioritaskan karyawan lama yang sudah berpengalaman.

"Masyarakat cenderung berhemat untuk membeli barang sekunder dan tersier. Fokus hanya pada barang kebutuhan pokok dan kesehatan," paparnya.

Ia juga menekankan dampak lainnya, yakni meningkatnya konflik sosial di masyarakat karena ketimpangan semakin lebar.

"Orang kaya bisa tetap survive selain karena aset masih cukup juga karena digitalisasi. Sementara kelas menengah rentan miskin tidak semua dapat melakukan WFH, disaat yang bersamaan pendapatan menurun," ungkapnya.


(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article RI Masuk Resesi Teknikal, Negara Ini Sudah Lebih Dulu!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular