
Target Produksi Minyak 1 Juta BPH, Seribu Sumur Harus Dibor!

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah tetap optimis target produksi minyak bumi sebesar 1 juta barel per hari (bph) pada 2030 bisa tercapai, meski pada tahun ini produksi minyak masih di kisaran 710 ribu barel per hari dan lifting (produksi yang terjual) minyak sekitar 706 ribu bph.
Lalu, apa upaya apa saja yang bakal dilakukan untuk bisa mengejar target tersebut?
Kepala Divisi Perencanaan Eksploitasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Wahyu W. dalam konferensi pers secara daring pada Rabu (04/11/2020) menjelaskan sejumlah langkah untuk bisa mencapai produksi sebesar 1 juta barel per hari tersebut.
Menurutnya, harus ada terobosan pekerjaan secara masif, seperti jumlah pengeboran pada setiap tahunnya. Jika biasanya dalam setahun hanya mengebor 100-200 sumur saja, harus naik menjadi 500-700 sumur, dan meningkat lagi menjadi 1.000 sumur setiap tahunnya.
Namun demikian, dia mengakui bahwa terdapat sejumlah konsekuensi untuk menambah jumlah pengeboran ini, antara lain jumlah investasi yang dibutuhkan pasti akan naik. Misalnya, dia memberikan gambaran, untuk mengebor satu sumur butuh US$ 2 juta, maka kalau 1.000 sumur, maka setidaknya butuh dana US$ 2 miliar.
"Itu bisa kita hitung berapa multiplier effect dari itu. Itu baru dari pengeboran. Nanti dari proyek, Plan of Development (POD) yang jalan, Enhanced Oil Recovery (EOR), eksplorasi, saya bayangkan industri hulu migas menggelinding dengan besar," paparnya.
Dia berharap agar dalam perjalanannya tidak bertemu disrupsi besar seperti Covid-19 dan harga minyak yang tiba-tiba anjlok. Jika ini terjadi lagi, maka menurutnya bisa terjadi perubahan rencana kembali.
Lebih lanjut dia menjelaskan, produksi minyak sebesar 1 juta barel per hari pada 2030 itu diperkirakan berasal dari lapangan minyak yang ada saat ini sebesar 70%, baik yang sudah diproduksi maupun masih tahap perencanaan pengembangan (Plan of Development/ PoD).
"70% dari cadangan yang sudah ada, tinggal bagaimana mengangkatnya," ujarnya.
Kemudian, sumber berikutnya sekitar 15% bisa diperoleh melalui penggunaan teknologi baru seperti Enhanced Oil Recovery (EOR) di mana yang terbesar direncanakan dilakukan di Blok Rokan, Riau. Lalu, 15% sisanya bisa berasal dari eksplorasi yang saat ini cadangannya belum ditemukan tapi komitmen biaya sudah banyak dan diharapkan bisa mendapatkan hasil.
"Kontribusinya seperti itu, 70% dari yang sudah ada, proyek yang sekarang sedang kita garap, 15% dari EOR, dan 15% lagi dari eksplorasi. Itu kira-kira proporsi pada 2030," tuturnya.
Kepala Divisi Akuntansi SKK Migas Desti Melanti mengatakan, untuk mencapai produksi 1 juta bph perlu dipikirkan bisnis model yang tepat. Bisnis model yang tepat tidak bisa terlepas dari reformasi fiskal, termasuk aspek perpajakan, dan terkait bentuk kontrak kerja sama.
Semua pihak yang terlibat seperti Kementerian Keuangan, Kementerian ESDM, dan lainnya perlu duduk satu meja untuk memikirkan bentuk stimulus apa yang paling efektif unutk mencapai 1 juta bph.
"Dari sembilan stimulus yang ada, ada terkait dengan pengelolaan barang milik negara yang saat ini sudah berubah dari Kementerian Keuangan ke Kementerian ESDM selaku pengguna dan SKK Migas selaku kuasa pengguna," jelasnya.
Lalu, terkait dengan aspek perpajakan, ada beberapa aturan baru yang membantu Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) bisa maksimalkan aspek perpajakan dalam hal ini terkait dengan fasilitas perpajakan yang bisa mendukung investasi hulu migas.
"Kami saat ini sedang membentuk bersama-sama dengan Kementerian Keuangan, lakukan Focus Group Discussion (FGD), ada beberapa aspek fiskal yang perlu kita mapping (petakan) kembali mana prioritas yang harus dikawal bersama," ungkapnya.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 2030 Ramai Mobil Listrik, Produksi Minyak 1 Juta BPH Relevan?
