
2030 Ramai Mobil Listrik, Produksi Minyak 1 Juta BPH Relevan?

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah memiliki target produksi minyak bumi sebesar 1 juta barel per hari (bph) pada 2030 mendatang. Sejalan dengan rencana peningkatan produksi minyak, pemerintah juga mendorong penggunaan mobil listrik demi menekan emisi karbon dengan meninggalkan energi berbasis fosil.
Bila pasar nantinya dibanjiri mobil listrik, apakah target produksi minyak 1 juta barel per hari pada 2030 itu menjadi terlambat dan bahan bakar minyak (BBM) akan kalah saing dengan listrik dan produk energi baru terbarukan lainnya?
Deputi Perencanaan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Jaffee Arizon Suardin mengatakan sebelum menentukan target ini, pihak SKK Migas sudah melakukan konsultasi terlebih dahulu dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan para pemangku kepentingan lainnya.
"Kami melakukan semua ini sudah konsultasi dengan Kementerian ESDM dan stake holder lainnya, di mana kita melihat demand tahun tersebut seperti apa," paparnya dalam wawancara bersama CNBC Indonesia Senin, (09/11/2020).
Dia mengatakan, suplai minyak sebesar 1 juta bph tidak akan berada di atas jumlah permintaan. Oleh karena itu, lanjutnya, target capaian 1 juta bph 2030 sudah tepat dan harus dicapai. Lebih lanjut dia mengatakan meski 1 juta bph masih ditargetkan untuk 10 tahun mendatang, namun usaha-usaha untuk mencapainya harus digenjot sejak sekarang.
"Memang 1 juta barel per hari itu target di 2030, tapi kami berusaha mempercepatnya," tegasnya.
Menurutnya, guna mencapai target produksi 1 juta bph tersebut, maka produksi minyak setiap tahun harus ada target capaiannya, misalnya pada 2021 berapa yang harus dicapai, lalu 2022 berapa, dan seterusnya. Jika segala upaya untuk mencapai 1 juta bph itu bisa dipercepat, maka menurutnya akan sangat membantu.
"Kalau pun belum produksi, proses sudah terjadi, eksplorasi, penemuan, pembuatan Plan of Development (POD), Front End Engineering Design (FEED), pembangunan fasilitas semua butuh waktu, oleh karena itu semua harus dimulai dari sekarang," ungkapnya.
Salah satu upaya yang dilakukan untuk mencapai target 1 juta bph adalah melakukan pengeboran secara masif. Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Divisi Perencanaan Eksploitasi SKK Migas Wahyu W. dalam konferensi pers secara daring pada Rabu (04/11/2020).
Menurutnya, harus ada terobosan pekerjaan secara masif, seperti jumlah pengeboran pada setiap tahunnya. Jika biasanya dalam setahun hanya mengebor 100-200 sumur saja, harus naik menjadi 500-700 sumur, dan meningkat lagi menjadi 1.000 sumur setiap tahunnya.
Namun demikian, dia mengakui bahwa terdapat sejumlah konsekuensi untuk menambah jumlah pengeboran ini, antara lain jumlah investasi yang dibutuhkan pasti akan naik. Misalnya, dia memberikan gambaran, untuk mengebor satu sumur butuh US$ 2 juta, maka kalau 1.000 sumur, maka setidaknya butuh dana US$ 2 miliar.
"Itu bisa kita hitung berapa multiplier effect dari itu. Itu baru dari pengeboran. Nanti dari proyek, Plan of Development (POD) yang jalan, Enhanced Oil Recovery (EOR), eksplorasi, saya bayangkan industri hulu migas menggelinding dengan besar," paparnya.
Di sisi lain, pemerintah juga sedang mendorong penggunaan mobil listrik, yang artinya bakal ada transisi energi dari bahan bakar berbasis fosil. Bahkan, tiga Badan Usaha Milik Negara (BUMN) keroyokan bikin baterai mobil listrik, yakni PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) atau MIND ID, PT Pertamina (Persero), dan PT PLN (Persero).
Direktur Utama Inalum Orias Petrus Moedak mengatakan Menteri BUMN Erick Thohir kini telah membentuk tim untuk pengembangan industri baterai kendaraan listrik. Tim ini menurutnya diketuai oleh Komisaris Utama Inalum Agus Tjahajana Wirakusumah.
"Untuk pengembangan electric vehicle (EV) battery, ada tim yang sudah dibentuk oleh pak Menteri BUMN. Itu sedang dilakukan kajian oleh tim tersebut, ketuanya Pak Komut dari Inalum. Itu kerja sama dengan PLN dan Pertamina," jelasnya kepada wartawan di Gedung DPR RI, Selasa (29/09/2020).
Sementara itu, rencana pembangunan pabrik baterai oleh Pertamina disampaikan oleh Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga. Menurutnya, nantinya Pertamina ditargetkan tidak hanya menjadi pemasok energi yang berasal dari bahan bakar fosil, namun juga pemasok energi untuk kendaraan listrik dalam bentuk baterai untuk kendaraan listrik (EV battery).
Saat ini Pertamina tengah diminta untuk menghitung cadangan bahan bakar fosil bertahan sampai berapa lama jika terus digunakan. Hal ini dilakukan untuk mempersiapkan perusahaan ini untuk masuk sebagai penyedia bahan bakar untuk kendaraan listrik.
"Pertamina nantinya ke depan akan jadi perusahaan yang memproduksi EV battery. Dia akan berubah dari menjual energi fosil menjadi energi baterai," kata Arya dalam video yang diunggah dalam akun Matangasa Institute, dikutip Selasa (29/09/2020).
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Punya Rintangan Segudang, 'Kiamat' Minyak RI di Depan Mata!
