
Bisnis Geothermal di Indonesia Menjanjikan Nggak Ya?

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah terus mendorong pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) demi mengejar target bauran energi baru terbarukan menjadi 23% pada 2025 mendatang. Salah satu energi terbarukan yang didorong adalah pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) atau geothermal.
Lalu seberapa menjanjikan kah bisnis geothermal di Indonesia?
Direktur Utama Star Energy Geothermal Hendra Tan menuturkan menarik atau tidaknya suatu bisnis itu relatif, namun pihaknya memilih untuk berkecimpung di dalam bisnis geothermal karena sesuai dengan visi perusahaan menjadi perusahaan yang mengembangkan energi dari sumber ramah lingkungan.
Geothermal ini jika dikelola dengan baik menurutnya bisa menghasilkan keuntungan yang stabil dan dapat diandalkan dalam jangka waktu yang lama.
"Ini alasan kami berkecimpung di dalam bisnis ini," ungkapnya dalam wawancara bersama CNBC Indonesia, Selasa (03/11/2020).
Kemudian, dari segi potensi panas bumi, bisa dikatakan Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki potensi geothermal terbesar di dunia yakni 24.000 mega watt (MW). Jika potensi ini bisa dikembangkan, maka menurutnya akan banyak manfaat yang bisa dirasakan oleh masyarakat Indonesia.
"24.000 MW itu bisa menerangi sekitar 18,4 juta rumah, juga bisa mengurangi pemakaian bahan bakar minyak, dan tentu menghemat devisa, dalam satu tahun bisa menghemat devisa sekitar US$ 7,42 billion (miliar)," jelasnya.
Mengenai penetapan tarif listrik berbasis EBT, termasuk panas bumi menurutnya juga masih menjadi perdebatan yang panjang. Menurutnya, Bank Dunia menyebut tarif geothermal di Indonesia idealnya double digit.
Tarif tinggi dibubuhkan karena menurutnya dipicu dari tantangan bisnis geothermal di Indonesia. Di antaranya yakni regulasi, meski sudah membaik, namun menurutnya belum secepat yang diharapkan karena membutuhkan banyak koordinasi. Lalu, keterbatasan infrastruktur, di mana lokasi geothermal ini kebanyakan berada di daerah pegunungan di atas 1.700 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Kemudian masalah komersial yakni tarif, menurut Bank Dunia pada saat ini karena biaya masih tinggi dan risiko tinggi, maka membutuhkan tarif double digit.
"Banyak yang tidak punya infrastruktur, jembatan, jalan yang memadai, akibatnya biaya mengembangkan geothermal itu tinggi," ujarnya.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Punya Harta Karun Energi Terbesar ke-2 Dunia, Tapi RI Abaikan
