Demi 'Ribut' Laut China Selatan Menlu AS 'Bela-belain' ke RI

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
30 October 2020 10:30
U.S. Secretary of State Mike Pompeo delivers his speech at the Nahdlatul Ulama in Jakarta Thursday, Oct. 29, 2020. Pompeo renewed the Trump administration’s rhetorical onslaught against China in Indonesia on Thursday as the American presidential election looms. (Adek Berry/Pool Photo via AP)
Foto: Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo (Adek Berry/Pool Photo via AP)

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Michael Richard Pompeo atau Mike Pompeo bertandang ke Indonesia pada Kamis (29/10/2020). Pompeo bertemu dengan Menteri Luar Negeri RI Retno Lestari Priansari Marsudi dan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Dalam kunjungan keduanya kali ini, Pompeo tak hanya datang untuk memperkuat hubungan perdagangan dan investasi bilateral, tetapi juga membicarakan soal konflik di perairan Laut China Selatan.


"Setelah berbicara tentang ekonomi, (kami membicarakan) tentang keamanan. Negara sahabat kami yang taat hukum menolak klaim melanggar hukum yang dibuat oleh Partai Komunis China di Laut China Selatan, seperti yang terlihat jelas dari kepemimpinan berani Indonesia tentang masalah ini di dalam ASEAN dan di PBB," kata Pompeo.

Pompeo mengatakan Pemerintahan Presiden AS Donald Trump sangat mendukung kebijakan Indonesia mengenai masalah Laut China Selatan. Dengan keberanian Indonesia mengenai hal ini, AS menyatakan ingin terus bekerja sama dengan RI.



"Ini adalah tujuan yang patut dikejar dalam pengaturan multilateral... Saya berharap dapat bekerja sama dengan cara baru untuk memastikan keamanan maritim dan melindungi beberapa rute perdagangan tersibuk di dunia," lanjut Pompeo.

Sementara Retno mengatakan jika bagi Indonesia, Laut China Selatan harus dijaga sebagai wilayah perairan yang stabil dan damain.

Indonesia sendiri memiliki kebijakan luar negeri bebas aktif, maka RI memegang teguh hukum internasional yang berlaku di wilayah Laut China Selatan, khususnya Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) tahun 1982.

"Hukum internasional, khususnya UNCLOS 1982 harus dihormati dan dilaksanakan. Oleh karena itu, setiap klaim harus didasarkan pada prinsip-prinsip hukum internasional yang diakui secara universal termasuk UNCLOS 1982," papar Retno.

Konflik di Laut China Selatan kian memanas. Belum lama ini, AS mengerahkan kapal penjaga pantai ke Pasifik Barat untuk mengawasi aktivitas illegal fishing di wilayah perairan yang sedang menjadi sengketa tersebut.

AS menuduh China melanggar hukum internasional dengan mengirimkan kapal perangnya sebagai pengawal bagi kapal penangkap ikan China ke daerah penangkapan ikan di negara lain.

China sendiri mengklaim secara sepihak 80% kawasan perairan Laut China Selatan dengan konsep sembilan garis putus-putus (nine-dash line). Laut China Selatan sendiri kaya akan sumber daya, dan merupakan rute perdagangan utama dunia.


(sef/sef) Next Article "Dunia Tak Akan Biarkan China di Laut China Selatan"

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular