
Saat 'Helikopter Uang' Jokowi Mentok di Para Kepala Daerah

Menyikapi kondisi ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menambah kewenangan Bank Indonesia (BI), Peran bank sentral di sini, nantinya akan seperti helikopter yang menggelontorkan uang ke Kementerian Keuangan yang nantinya akan disalurkan kepada sektor ril.
BI telah mendapatkan izin dari Jokowi untuk melakukan hal itu, seiring dengan dilegalkannya kewenanan BI dalam membeli langsung Surat Berharga Negara (SBN) dari pemerintah.
Tak hanya itu, Jokowi juga mengaloasikan anggaran sekitar Rp 695,2 triliun anggaran untuk Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Anggaran tersebut terdiri dari anggaran kesehatan, perlindungan sosial, insentif usaha, pembiayaan korporasi, hingga bantuan kepada UMKM serta pemerintah daerah.
PEN merupakan rangkaian kegiatan untuk mengurangi dampak Covid-19 terhadap perekonomian. Program ini bertujuan untuk melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan ekonomi para pelaku usaha dalam menjalankan usahanya selama pandemi Covid-19.
Apalagi, anggaran PEN hanpir seluruhnya berasal dari kas keuangan negara yang mayoritas pendapatannya berasal dari penerimaan pajak. Jika dalam kondisi sekarang pajak tak bisa diharapkan, pemerintah pun mau tak mau harus menerbitkan surat utang untuk membiayai perekonomian.
Lantas, apa jadinya jika ratusan triliunan dana yang sudah disiapkan ternyata tidak disalurkan dengan baik?
Pada akhir pekan lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyoroti serapan belanja pemulihan ekonomi di tingkat daerah yang masih cukup rendah. Padahal, dana dari pemerintah daerah bisa membantu menyelematkan perekonomian masyarakat di tengah pandemi.
"Saya ingin garis bawahi bahwa saat pemerintah pusat melakukan dan terus menerus mencoba melihat alokasi dan distribusi serta penyerapan dari program PEN, kita lihat di tingkat daerah penyerapan masih perlu ditingkatkan," kata Sri Mulyani.
Bendahara negara mencontohkan dari realisasi belanja kesehatan yang baru terserah Rp 13,3 triliun dari pagu sebesar Rp 30,4 triliun. Pun demikian belanja jaring pengaman sosial yang baru terserap Rp 11,7 triliun dari total pagu Rp 22,8 triliun.
Tak hanya itu, belanja untuk mendukung perekonomian secara keseluruhan pun baru terserap Rp 2,6 triliun dari total pagu Rp 19,24 triliun. Situasi ini, tentu tidak dapat memaksimalkan tujuan PEN sejak awal.
Sri Mulyani bahkan memastikan, rendahnya serapan anggaran di tingkat daerah bukan disebabkan karena pemerintah tidak memiliki dana. Eks Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menegaskan, ini murni persoalan di daerah yang perlu diselesaikan.
"Banyak sekali halangan atau kendala di sisi non anggaran yang perlu diatasi bersama," katanya.
[Gambas:Video CNBC]