Yth Warga +62, Ini Bukti Liburan Bisa Picu Lonjakan Covid-19

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
25 October 2020 14:30
Petugas saat memakamkan pasien Covid-19 di TPU Pondok Ranggon, Jakarta Senin (7/9/2020). Petugas pemakaman mengatakan terjadi lonjakan jenazah yang terjadi dalam satu bulan lebih terakhir dengan memakamkan lebih 30 jenazah dalam satu hari.
Foto: Pemakamkan pasien Covid-19 di TPU Pondok Ranggon, Jakarta Senin (7/9/2020). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pekan depan akan ada libur panjang pada 28 - 1 November 2020. Momen tersebut tentunya akan dimanfaatkan sebagian orang untuk berpergian atau liburan. Apalagi dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sudah dilonggarkan.

Berpergian atau pun liburan tentunya memicu peningkatan mobilitas masyarakat, hal ini dapat memicu penambahan kasus penyakit virus corona (Covid-19) atau bahkan bisa melonjak. Sehingga pemerintah tetap menyarankan agar tetap di rumah saja saat libur panjang.

"Keputusan untuk keluar rumah harus dipikirkan secara matang dan mempertimbangkan semua risiko yang ada," kata Koordinator Tim Pakar dan Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito dalam keterangan pers yang disiarkan kanal YouTube BNPB Indonesia, Selasa (20/10/2020).

Dalam kesempatan tersebut, Wiku memberikan arahankonkret Satgas terkait penularan Covid-19 saat libur panjang. Pertama, bagi masyarakat yang dalam keadaan mendesak harus melakukan kegiatan di luar rumah selama periode libur panjang tersebut, mematuhi protokol kesehatan 3M, memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak dan menjauhi kerumunan.

Berbicara masalah penanganan pandemi Covid-19, Eropa sebenarnya menjadi salah satu yang terdepan. Tetapi dalam beberapa pekan terakhir justru kembali terjadi lonjakan kasus, hingga mencatat rekor tertinggi per harinya.

Salah satu pemicu utama lonjakan kasus yang terjadi di Benua Biru adalah liburan musim panas (summer holiday). Prancis, Spanyol, dan Italia menjadi 3 negara yang mengalami kenaikan jumlah kasus yang sangat signifikan pasca summer holiday.

Bahkan kasus pandemi Covid-19 gelombang kedua jauh lebih tinggi ketimbang di masa-masa awal penyebarannya di benua biru.

Pada akhir Juli lalu, Kementerian Kesehatan Prancis mengatakan, peningkatan kasus Covid-19 terjadi seiring dengan summer holiday.
"Saat masyarakat memanfaatkan summer holiday untuk jalan-jalan, berkumpul dengan keluarga atau teman, maka hal tersebut akan menjadi faktor melonjaknya kasus pandemi Covid-19," kata Kementerian Kesehatan Prancis.

Saat itu, jumlah kasus Covid-19 di Prancis sekitar 178 ribu orang. Sementara per 24 Oktober kemarin jumlah kasus Covid-19 menjadi 1,086 juta orang berdasarkan data Worldometer.

Penambahan kasus per hari di Prancis memang mulai meningkat sejak akhir Juli, dan semakin terakselerasi hingga mencetak rekor penambahan lebih dari 40 ribu per hari pada Jumat (23/10/2020), berdasarkan data dari CEIC.

Di hari yang sama, Italia juga mencatat rekor penambahan kasus Covid-19 lebih dari 16 ribu orang per hari. Jumlah kasus di Italia mencapai kini sudah lebih dari 500 ribu orang, padahal pada periode Juni hingga pertengahan Agustus lalu Negeri Pizza sudah sukses membuat penyebaran Covid-19 melandai.

Lagi-lagi, kenaikan tersebut banyak dikaitkan dengan summer holiday, saat mobilitas warga Eropa meningkat.

Sebelum Perancis dan Italia, Spanyol lebih dulu mengalami peningkatan kasus, yakni sejak awal Juli. Kala itu jumlah kasus di Negeri Matador di kisaran 275 ribu orang, kini sudah lebih dari 1,1 juta orang. Spanyol bahkan menjadi negara dengan jumlah kasus virus corona terbanyak ke-5 di dunia, satu peringkat lebih tinggi ketimbang Prancis. 

Maka wajar jika pemerintah menganjurkan untuk di rumah saja saat libur panjang. Atau jika memang harus berpergian, maka harus disiplin menerapkan protokol kesehatan, agar tidak terjadi lonjakan kasus seperti di Eropa.

Prof. Wiku mengajak masyarakat untuk belajar dari penelitian terkait Covid-19. "Menurut (penelitian) Zhou, et Al (2020), pengurangan mobilitas dalam kota sebanyak 20 persen dapat melandaikan kurva kasus sebanyak 33 persen, dan menunda kemunculan puncak kasus selama 2 minggu. Ini adalah hal yang penting," tegas Wiku.

Sedangkan studi lainnya dari Yilmazkuday tahun 2020, dengan judul "Stay at Home Worth to Fight Against Covid-19: International Evidence from Google Mobility Data", dan dibuat dari 130 negara, menyatakan jika 1% peningkatan masyarakat yang berdiam di rumah akan mengurangi 70 kasus dan 7 kematian mingguan.

"Satu persen pengurangan kunjungan masyarakat ke retail (pusat perbelanjaan) maupun tempat rekreasi, juga akan mengurangi 25 kasus dan 3 kematian mingguan. Begitu juga apabila terjadi pengurangan satu persen ke tempat kerja atau work from office, akan mengurangi 18 kasus dan 2 kematian mingguan. Bisa kita bayangkan berapa banyak nyawa yang bisa kita lindungi dengan pengurangan kunjungan seperti tadi," ujarnya.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kasus Covid-19 di RI Bertambah 802 Hari ini, DKI Terbanyak!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular