Beredar Isu Liar di Balik Pengerjaan Proyek Pipa Minyak Rokan

Wilda Asmarini, CNBC Indonesia
21 October 2020 16:53
Workers inspect equipment at a shale gas field of Sinopec in Fuling, Chongqing, China November 2, 2017. Picture taken November 2, 2017. REUTERS/Stringer
Foto: REUTERS/Stringer

Jakarta, CNBC Indonesia - Proyek pipa minyak Rokan yang menjadi salah satu Proyek Strategis Nasional dilanda isu tak sedap, khususnya dalam penentuan pemenang kontraktor proyek.

Proyek pipa transmisi minyak mentah Blok Rokan sepanjang 367 kilometer (km) ini dibangun oleh PT Pertamina Gas (Pertagas), anak usaha PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS). Proyek tersebut berada koridor Minas-Duri-Dumai dan Koridor Balam-Bangko-Dumai, Blok Rokan.

Pertagas ditunjuk sebagai operator dalam membangun, mengoperasikan dan memelihara pipa dengan diameter 4-24 inchi tersebut. Meski Pertagas telah ditunjuk sebagai operator sejak beberapa bulan lalu, namun hingga saat ini belum ada perkembangan signifikan.

Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman, mengungkap proses pengerjaan pipa minyak Blok Rokan tertahan selama satu bulan karena belum disetujui oleh Direktur Utama PGN, Suko Hartono, padahal keputusan final investasi (FID) telah ditetapkan yakni 75% dimiliki Pertagas dan 25% Rukun Raharja.

"Yang menjadi isu penting adalah soal pemilihan mitra investasi Pertagas, selain itu subkon dari pengadaan pipa dari PT Krakatau Steel dan subkon EPC (konstruksi) yaitu PGASOL (PGN Solution) dan PDC (Pertamina Patra Drilling Contractor) ke pelaksananya," tutur Yusri kepada CNBC Indonesia, Rabu (21/10/2020).

Menurutnya, bila ground breaking proyek pipa ini dilakukan sejak pertengahan September lalu, pemasangan pipa harus mencapai kemajuan 1,5 km per hari guna mencapai target selesai sebelum Pertamina ambil alih Blok Rokan pada Agustus 2021 mendatang.

"Kalau melihat kondisi sekarang yang berlangsung, soal mitra investasi masih belum putus, kemudian subkontraktor dipilih oleh PGASOL dan PDC, diduga ada intervensi dari atas, saya memprediksikan bisa terlambat dari jadwalnya," tuturnya.

Dia menyebut, di balik rumitnya seleksi kontraktor dan subkontraktor pipa minyak Rokan ini disebabkan Dirut PGN Suko Hartono menginginkan Isar Gas mendapatkan bagian dalam pengerjaan proyek Blok Rokan dengan mengambil jatah Pertagas sebesar 24%.

Meskipun, imbuhnya, Isar Gas hanya mendapat skor 37,87 dari 100 dan berbeda jauh dengan Rukun Raharja yang mendapat skor 74,36 dari 100.

"Dia (Suku Hartono) mengaku sendiri kok, sempat beberapa bulan berkarir di PT Isar Gas setelah dicopot dari Dirut Pertagas pada 16 Mei 2018," ungkapnya.

Akibat belum jalannya proyek ini, menurutnya pada pekan lalu Kementerian BUMN pun menegur direksi PGN terkait hal ini.

"Tapi kalau kecepatan kerja bisa memasang 1,5 km per hari sejak 15 September 2020 secara konsisten, maka bisa terhindar dari keterlambatan," ujarnya.

CNBC Indonesia mencoba mengkonfirmasikan hal ini kepada PGN maupun Pertagas, namun hingga saat ini belum memperoleh jawaban.

Namun, pada hari Minggu lalu (18/10/2020), PGN mengatakan pihaknya berkomitmen membangun pipa minyak Rokan agar proses transisi pengelolaan Blok Rokan oleh Pertamina dari Chevron Pacific Indonesia berjalan lancar.

Suko Hartono mengatakan PGN menargetkan dapat memberikan dampak positif terhadap pembangunan wilayah dikarenakan pembangunan proyek strategis nasional ini melibatkan lebih dari 60% scope konstruksi dan tenaga kerja lokal.

"Dengan pembangunan yang melibatkan sumber daya lokal, maka diharapkan multiplier effect-nya mampu berkontribusi secara nyata bagi peningkatan kapasitas SDM dan transfer knowledge di daerah," ujar Suko seperti dikutip dari keterangan resmi perusahaan pada Minggu (18/10/2020).

Melalui PT Pertagas sebagai pelaksana pembangunan, menurutnya telah dilakukan kerja sama dalam pengadaan material pipa baja untuk pipa minyak Rokan dengan PT Krakatau Steel. Dari kerja sama ini ditargetkan dapat menekan biaya pengadaan material sebesar 16% dan memberikan nilai lebih bagi industri baja dalam negeri karena menjadi upaya peningkatan penggunaan produk dalam negeri (P3DN).

"Pada prinsipnya pembangunan pipa minyak Rokan ini menjadi upaya untuk mendorong efisiensi anggaran energi di Indonesia, seiring dengan upaya pemerintah untuk mengurangi impor minyak. Dengan nilai capex (capital expenditure/ belanja modal) US$ 300 juta, optimasi efisiensi yang didapatkan sebesar US$ 150 juta atau sekitar Rp 2,1 triliun, karena nilai alokasi capex pada awalnya sebesar US$ 450 juta," jelasnya.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga Gas Turun, PGN Grup Tandatangani Sejumlah LOA

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular