
MUI Temui Presiden soal Omnibus Law, Ini Bocoran Hasilnya

Jakarta, CNBC Indonesia - Perwakilan Majelis Ulama Indonesia (MUI) ternyata sudah bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menyampaikan aspirasi terkait dengan kehadiran Omnibus Law UU Cipta Kerja (Ciptaker).
Dalam keterangan resmi, delegasi MUI itu diterima Jokowi di Istana Kepresidenan Bogor, Jumat (16/10/2020).
Rombongan terdiri dari Waketum MUI Muhyiddin Junaidi, Ketua Bidang Hukum MUI Basri Bermanda dan Ketua Bidang Pemberdayaan Ekonomi Umat MUI, Lukmanul Hakim.
Menurut MUI, pertemuan dengan Presiden seharusnya dilakukan sebelum disahkan UU Omnibus Law. UU ini sudah disahkan Sidang Paripurna DPR pada Senin (5/10/2020).
"MUI mendengarkan dengan saksama pemaparan Presiden tujuan Omnibus Law dari segala aspek, ekonomi, investasi, penyederhanaan birokrasi dan penciptaan lapangan kerja," ujar Muhyiddin dalam keterangannya, Minggu (18/10/2020), dikutip Detik.
"MUI sudah melakukan konsinyering tentang Omnibus Law [OBL) beberapa bulan yang lalu. Bahkan sudah menyampaikan pandangan dan sikapnya yang tegas kepada pimpinan DPR dan Pemerintah," ujarnya.
Adapun butir poin-poin sikap MUI yang disampaikan Muhyiddin yakni:
- Memminta agar Omnibus Law dihentikan pembahasannya jika melanggar kedaulatan negara, UUD, konstitusi dan menyengsarakan rakyat. Ini sesuai dengan pasal 33 UUD.
- Omnibus Law tak boleh mereduksi dan melanggar UUD dan keputusan inkrah MK.
- Meminta agar ada upaya pemerintah untuk mengeluarkan Perppu.
- Meminta kepada Presiden agar Kapolri melarang dan menghentikan polisi dan Brimob serta petugas keamanan menggunakan kekerasan dan terpresif kepada para pendemo anti Omnibus Law.
- Menghentikan segala bentuk rekayasa yang bertujuan untuk melarang atau menghalang-halangi demo massa damai, apalagi menggunakan pam swakarsa anti demo, karena itu dijamin konstitusi.
- MUI meminta agar ada dialog terbuka dengan semua elemen bangsa dalam meredakan situasi keamanan dan menghindari arogansi kekuasaan atau mau menang sendiri.
- Intensifikasi komunikasi publik supaya terjadi pemahaman yang benar plus minus Omnibus Law.
- Sumber kegaduhan antara lain tak adanya naskah asli UU Omnibus Law yang telah ditandatangani DPR dan Pemerintah, aneka versi yang beredar semakin memperburuk suasana.
- MUI telah menerima begitu banyak masukan dari semua lapisan masyarakat umum dan profesional yang menolak Omnibus Law.
- Rezim DPR kurang mengakomodir masukan dari MUI dan cenderung menyepelekannya.
- Sebagai lembaga perkhidmatan umat Islam, MUI tetap mengayomi umat dan berdiri tegak demi kebenaran.
Terkait dengan ini, menurut MUI, Jokowi pun menyampaikan respons atas sikap para ulama tersebut. Hanya saja, Jokowi, kata Muhyiddin, tak akan menerbitkan Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang).
"Tanggapan presiden antara lain adalah mengupayakan semaksimal mungkin di pembuatan PP. Presiden tak berkenan untuk membuat Perppu karena Omnibus Law itu inisiatif Pemerintah. JR [judicial review] atau revisi UU dianggap bagian dari solusi mengatasi kegaduhan," ujar Muhyiddin.
Pada Minggu ini, MUI juga sudah menerima naskah asli Omnibus Law UU Cipta Kerja dari Mensesneg Pratikno.
Selanjutnya aturan tersebut akan dibahas oleh para pakar hukum di bawah kendali komisi hukum dan perundang-undangan MUI.
Sebelumnya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) juga menyerahkan draf final Undang-Undang (UU) Cipta Kerja kepada Presiden Jokowi pada Rabu (14/10/2020),
Naskah final UU Cipta Kerja tersebut diserahkan oleh Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar kepada Menteri Sekretaris Negara Pratikno di Gedung Kementerian Sekretariat Negara.
"Kami sudah menyampaikan berdasarkan penugasan dari pimpinan DPR. RUU tersebut, sudah kami serahkan kepada Sekretariat Negara dan sudah diterima dengan baik," kata Indra.
Indra mengaku penyerahan naskah tersebut tidak langsung diberikan kepada Pratikno, melainkan kepada Deputi Bidang Hukum dan Perundang-Undangan Kementerian Sekretariat Negara Lydia Silvanna Djaman.
Terpisah, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Kepresidenan Donny Gahral mengatakan, pemerintah akan langsung melihat dan membahas aturan turunan untuk memperkuat payung hukum tersebut.
"Pemerintah akan bekerja untuk menyusun peraturan turunan yang memang akan menjelaskan secara detail apa yang diatur di UU," kata Donny.
Donny menegaskan pembahasan akan tetap melibatkan partisipasi publik. Pemerintah, ditegaskan dia, tetap memberikan ruang yang lebar bagi masyarakat yang ingin menyampaikan aspirasinya terkait UU Cipta Kerja.
"Tim penyusun pasti akan mengundang akademisi, tokoh masyarakat, organisasi masyarakat, semua yang bisa memberi masukan terhadap aturan turunan ini," ujar Donny.
(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article MUI Serukan Muslim RI & Dunia Boikot Produk-produk Prancis!
