
Ini Skenario Ancaman Bencana Banjir di Wilayah-Wilayah RI

Jakarta, CNBC Indonesia - Risiko ancaman banjir di berbagai daerah kini sudah di depan mata seiring terjadinya La Nina. Di sisi lain, banyak sungai mengalami erosi karena berbagai pembangunan yang membuat daerah tangkapan air atau catchment area menyusut.
Dirjen Sumber Daya Air (SDA) Kementerian PUPR, Jarot Widyoko, menyoroti kondisi itu. Padahal, menurutnya tanpa La Nina saja sejumlah sungai sudah tak mampu menampung curahan air hujan berintensitas tinggi
"Penduduk membangun rumah dan lain-lain, termasuk pertumbuhan perindustrian dan lain-lain, ini akan merubah catchment area. Hal tersebut akan mengakibatkan perubahan run off. Yang tadinya hujan turun itu jatuhnya masuk ke dalam bumi, tapi dengan ada pembangunan rumah dan lain-lain, lahan itu terusik," ujarnya dalam konferensi pers, Jumat (16/10/20).
Dikatakan bahwa saat hujan turun, air tidak sempat masuk ke dalam bumi karena lapisannya sudah diperkeras. Pengerasan itu bisa berupa paving, beton, dan lain sebagainya.
"Jadi hujan turun masuk ke suatu area yang luas. Setelah masuk semua ke dalam selokan itu lalu semua arahnya akan pasti mengalir ke sungai. Nah diketahui bahwa tidak ada sungai yang bertambah lebar sendiri, tidak ada sungai yang bertambah dalam sendiri," katanya.
Kementerian PUPR ditugaskan mengurusi sempadan sungai di antaranya adalah membuat bendungan, menormalisasi sungai, juga membuat embung, situ dan lain-lain. Tetapi, lanjutnya, yang dikerjakan pemerintah itu tidak akan bisa mengendalikan secara optimal.
"Karena antara yang kita lebarkan, kita bendung itu tidak sebanding dengan keerosian run off yang mengalir dari catchment ini ke dalam sungai. Ini yang perlu partisipasi kepada semua stakeholder, kepada semua yang mempunyai, yang menempati catchment area tersebut," katanya.
Selain upaya dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), peranan dari masyarakat juga perlu dilakukan untuk terlibat dalam antisipasi banjir.
"Mulai dari hal yang paling kecil saja. Kami harapkan menjadi dorongan moral dan dorongan ada suatu motto adalah kembalikan air ke bumi. Siapa pun mulai dari berapa pun yang bisa kita lakukan," kata Jarot.
Kalau di tingkat rumah, lanjutnya, langkah yang bisa dilakukan yakni dengan cara membuat biopori atau sumur resapan. Selanjutnya, di tingkat RT bisa membuat kolam kolam intinya adalah untuk menahan air hujan yang turun, agar bisa dikembalikan ke bumi.
"Kalau semua masyarakat berpartisipasi nanti juga pemerintah daerah, pemerintah provinsi, termasuk pemerintah pusat semua konsen untuk mengurangi keerosian run off yang mengalir ke sungai Insya Allah ini akan signifikan berkurang air debit yang mengalir ke sungai. Seandainya terjadi banjir mungkin dari sisi lama genangan dan tinggi genangan akan sangat signifikan," urainya.
Tanpa partisipasi tersebut, apa pun yang dilakukan oleh Kementerian PUPR semaksimal mungkin pun tidak akan optimal. Dia pun memberikan contoh ilustrasi.
"Contoh sungai Ciliwung mulai dari Depok ke atas itu ada berapa juta penduduk. Setiap person, setiap penduduk yang di halaman rumah memasukkan air saja ke dalam tanah, itu menjadi tabungan-tabungan air untuk berbulan-bulan menjadi air mengalir di bawah tanah," imbuhnya.
Jika air hujan masuk ke dalam tanah maka mengalirnya pelan-pelan, berbulan-bulan dan dia akan mengalir ke tanah di bawahnya. Dengan begitu ada dua fungsi. Pertama akan menjaga debit air di sungai di bawahnya sehingga konstan. Kedua di menghalang intrusi air asin.
"Tetapi seandainya itu tidak kita lakukan, hujan turun masuk ke dalam selokan-selokan, ke sungai hanya dalam berapa jam dari Katulampa akan turun ke Manggarai dan akan ke laut tidak sampai 13 sampai 15 jam, langsung masuk ke laut terbuang sia-sia. Sedangkan air yang masuk ke dalam tanah sangat sedikit mungkin 10- 20%. Akibatnya apa? sumur-sumur nanti akan kering," katanya.
Ditjen SDA telah bekerjasama dengan beberapa instansi, termasuk BMKG, untuk menyiapkan Informasi Prakiraan Hujan untuk 10 hari ke depan agar dapat mengatur muka air waduk sehingga tersedia tampungan air untuk pengendalian banjir.
Adapun program penanggulangan banjir tahun 2020 dengan dana anggaran sebesar Rp 4,5 triliun telah dialokasikan untuk normalisasi sungai sebesar Rp2,9 triliun, pemeliharaan sungai sebesar Rp 500 miliar, drainase sebesar Rp 100 miliar, perkuatan tebing sungai sebesar Rp 600 miliar, dan sebagainya.
Bencana banjir di Indonesia hampir terjadi tiap tahun di Indonesia, namun kali ini diprediksi potensi bencana yang terjadi bakal lebih hebat. Pasalnya, curah hujan di berbagai daerah akan mengalami peningkatan dalam rentang waktu beragam.
"Kementerian PUPR ini semaksimal mungkin akan mempersiapkan apa yang bisa kita siapkan. Karena untuk kejadian banjir, rasa-rasanya hampir setiap tahun kita menghadapi ini. Apalagi ke depan ini dengan adanya prediksi adanya La Nina itu intensitas hujan akan bertambah 30- 40%. Jadi ini hal yang luar biasa, di dalam menghadapi ini kementerian PUPR tidak bisa sendiri," kata Jarot.
(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Basuki Ungkap Ancaman di Pantai Utara Jawa, Apa Itu?