Simak! Before After Omnibus Law: Upah, PHK, Sampai Pesangon

Muhammad Choirul Anwar, CNBC Indonesia
16 October 2020 17:00
Warga melintas di depan mural penolakan terhadap pengesahan RUU Cipta Kerja atau Omnibus Law oleh DPR di kawasan Pesanggrahan, Jakarta Selatan, Rabu (13/10/2020). Mural tersebut dibuat setelah unjuk rasa menolak disahkannya RUU Cipta Kerja. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Warga melintas di depan mural penolakan terhadap pengesahan RUU Cipta Kerja atau Omnibus Law oleh DPR di kawasan Pesanggrahan, Jakarta Selatan, Rabu (13/10/2020). Mural tersebut dibuat setelah unjuk rasa menolak disahkannya RUU Cipta Kerja. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Klaster Ketenagakerjaan paling jadi sorotan dalam UU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja (Ciptaker). Lantas apa saja sebenarnya yang berubah dibandingkan aturan lama?

Dalam Kluster Ketenagakerjaan di Omnibus Law mengubah, menghapus, atau menetapkan pengaturan baru beberapa ketentuan yang diatur dalam beberapa regulasi sebelumnya yakni:

a. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
b. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional;
c. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial; dan
d. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.

Terdapat sejumlah perubahan dan penghapusan aturan lama. Poin-poin perubahan tersebut meliputi tenaga kerja asing, perjanjian kerja waktu tertentu (PWKT), alih daya atau outsourcing, waktu kerja dan waktu istirahat, pengupahan, PHK dan pesangon, jaminan sosial ketenagakerjaan, pelatihan kerja, serta sanksi.

Sebelumnya (UU No. 13 Tahun 2003) upah minimum ditetapkan oleh gubernur terdiri dari upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota, serta upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota.

Tidak ada pengaturan mengenai upah di atas upah minimum. Selanjutnya, upah Minimum berlaku untuk semua pengusaha. Formula penghitungan upah minimum dalam PP turunan (78/2015), dirumuskan dengan penghitungan berdasarkan inflasi dan PDB Nasional.

Kini, dalam UU Cipta Kerja (Draft Rapat Paripurna), penetapan upah minimum oleh Gubernur sebagai berikut:

a. Upah Minimum Provinsi (UMP) bersifat wajib; dan
b. Upah Minimum Kabupaten/ Kota (UMK) dapat ditetapkan bila memenuhi syarat (pertumbuhan ekonomi dan inflasi di Kab/Kota ybs)

Selain itu, diatur pula upah di atas upah minimum ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh di perusahaan. Selanjutnya, upah minimum tidak berlaku bagi usaha mikro dan kecil. Adapun formula penghitungan upah minimum diatur dalam PP turunan, memuat variabel pertumbuhan ekonomi atau inflasi.

Pada poin lain, di aturan sebelumnya (UU No. 13 Tahun 2003) struktur skala upah dalam aturan turunan UU 13/2003 (Permenaker 1/2017) wajib disusun oleh Pengusaha. Terdapat pula pengaturan detail mengenai upah tetap dibayar meskipun pekerja tidak melakukan pekerjaan, seperti sakit, haid, tugas negara, ibadah, urusan keluarga, tugas  serikat, dan pendidikan dari perusahaan.

Kini ketentuan itu mengalami sejumlah penyesuaian melalui UU Cipta Kerja (Draft Rapat Paripurna). Struktur skala upah dalam Undang-Undang disusun oleh pengusaha. Pengaturan mengenai upah tetap dibayar meskipun pekerja tidak melakukan pekerjaan, seperti sakit, haid, tugas negara, ibadah, urusan keluarga, tugas serikat, dan pendidikan dari perusahaan, tidak diubah dalam UU Ciptaker. Artinya berlaku pengaturan seperti sebelumnya.

Berikut berbagai perbandingan pasal-pasal omnibus law dengan aturan-aturan sebelumnya dalam klaster ketenagakerjaan, yang termuat dalam dokumen paparan Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani soal UU Omnibus Law Ciptaker Klaster Ketenagakerjaan:

Hal 11, UU CK Custer KetenagakerjaanFoto: Hal 11, UU CK Custer Ketenagakerjaan
Hal 11, UU CK Custer Ketenagakerjaan
Hal 12, UU CK Custer KetenagakerjaanFoto: Hal 12, UU CK Custer Ketenagakerjaan
Hal 12, UU CK Custer Ketenagakerjaan
Hal 13, UU CK Custer KetenagakerjaanFoto: Hal 13, UU CK Custer Ketenagakerjaan
Hal 13, UU CK Custer Ketenagakerjaan
Hal 14, UU CK Custer KetenagakerjaanFoto: Hal 14, UU CK Custer Ketenagakerjaan
Hal 14, UU CK Custer Ketenagakerjaan
Hal 15, UU CK Custer KetenagakerjaanFoto: Hal 15, UU CK Custer Ketenagakerjaan
Hal 15, UU CK Custer Ketenagakerjaan
Hal 16, UU CK Custer KetenagakerjaanFoto: Hal 16, UU CK Custer Ketenagakerjaan
Hal 16, UU CK Custer Ketenagakerjaan
Hal 17, UU CK Custer KetenagakerjaanFoto: Hal 17, UU CK Custer Ketenagakerjaan
Hal 17, UU CK Custer Ketenagakerjaan
Hal 18, UU CK Custer KetenagakerjaanFoto: Hal 18, UU CK Custer Ketenagakerjaan
Hal 18, UU CK Custer Ketenagakerjaan
Hal 19, UU CK Custer KetenagakerjaanFoto: Hal 19, UU CK Custer Ketenagakerjaan
Hal 19, UU CK Custer Ketenagakerjaan
Hal 20, UU CK Custer KetenagakerjaanFoto: Hal 20, UU CK Custer Ketenagakerjaan
Hal 20, UU CK Custer Ketenagakerjaan


(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Aturan Baru, Kerja Lembur Ditambah & Ada yang Tak Dibayar!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular