Lagi Musim Lockdown: Covid Melonjak, Harga Pangan 'Terbang'

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
16 October 2020 14:53
Sheep and their lambs have a break on their way down to
Foto: REUTERS/Lisi Niesner

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga pangan dunia mencatatkan kenaikan empat bulan beruntun sampai bulan September lalu. Kenaikan ini terjadi sejak drop signifikan di bulan Mei akibat lockdown.

Indeks harga pangan dunia versi Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) tercatat berada di level 97,9 naik 2 poin atau 2,1% dibanding bulan Agustus. Namun jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, ada kenaikan 4,6 poin atau menguat 5%. 

Meski ada kenaikan secara keseluruhan, peningkatan harga pangan global tidak terjadi secara seragam. Ada harga komoditas pangan yang naik, ada yang turun dan ada juga yang stabil di bulan September. 

Harga biji-bijian dan minyak sayur cenderung mengalami penguatan baik secara bulanan maupun secara tahunan. Berbeda dengan biji-bijian dan minyak nabati, harga daging dan gula malah turun dibanding bulan Agustus. Sementara untuk produk dari susu harganya relatif stabil.

Untuk komoditas biji-bijian, di bulan September mengalami peningkatan 5,1% dibanding bulan Agustus. Harga jagung mengalami kenaikan akibat adanya prospek pemangkasan produksi di beberapa negara terutama di Uni Eropa dan pasokan yang menipis di Amerika Serikat. 

Harga sorghum juga melonjak tiga bulan beruntun seiring dengan permintaan impor dari China yang tinggi. Sementara itu harga beras cenderung menurun menjelang musim panen di belahan bumi utara dan permintaan yang mulai melambat.

Beralih ke harga minyak nabati. Bulan lalu harga komoditas ini mencatatkan kenaikan sebesar 6% dibandingkan harga Agustus, sekaligus menandai level tertinggi dalam delapan bulan terakhir.

Harga minyak sawit, biji bunga matahari dan kedelai kompak menguat. Harga minyak sayur menguat empat bulan beruntun seiring dengan rendahnya stok di negara-negara produsen seperti Malaysia dan prospek produksi di kawasan Asia Tenggara yang terancam lebih rendah akibat La Nina. 

Secara umum baik untuk minyak biji bunga matahari maupun kedelai harganya terangkat karena adanya prospek suplai yang lebih ketat.

Untuk harga produk susu cenderung stabil. Namun FAO melaporkan adanya peningkatan harga pangan untuk komoditas susu dan turunannya sebesar 2,5% dibanding September tahun lalu. 

Di antara produk susu yang harganya menguat karena peningkatan permintaan adalah keju dan mentega. Sementara untuk produk susu bubuk skim harganya meningkat karena pasokan susu yang ketat secara musiman di Eropa.

Namun untuk harga bubuk susu justru mengalami pelemahan di bulan September sehingga menyebabkan harga komoditas kategori ini tak bisa meningkat bulan lalu. Penurunan harga bubuk susu dipicu oleh melemahnya impor terutama di Timur Tengah menjelang musim puncak produksi di Oceania.

Harga daging justru melorot cukup signifikan bulan lalu. Pada September harga daging turun 0,9% dibanding Agustus. Namun jika dibandingkan dengan September 2019, harga daging telah turun 9,4%.

Harga daging babi anjlok setelah China memutuskan untuk memboikot impor daging babi asal Jerman yang teridentifikasi membawa penyakit flu babi Afrika. Harga daging domba pun melorot seiring dengan pasokan Australia yang tinggi secara musiman. 

Sementara itu untuk harga daging ayam justru mengalami kenaikan dan harga daging sapi cenderung stabil di bulan lalu. 

Terakhir, harga gula juga bernasib sama dengan harga daging. Di bulan kesembilan tahun ini harga gula turun 2,6% dibanding bulan sebelumnya. Penurunan harga gula dipicu oleh adanya indikasi surplus produksi gula untuk tahun pemasaran 2020/2021.

Indikasi terbaru menunjukkan pemulihan produksi yang signifikan di India, produsen gula terbesar kedua di dunia, serta produksi yang kuat di Brasil, eksportir terbesar dunia, menyusul penurunan yang tercatat pada musim lalu.

Kenaikan harga pangan global ini bisa menjadi indikasi bahwa inflasi untuk bahan pangan sudah mulai terkerek naik setelah anjlok akibat pandemi. Namun kenaikan harga pangan tidak bisa disamaratakan karena peningkatan permintaan saja. Untuk beberapa komoditas tertentu justru faktor pasokan lah yang lebih berperan mengerek harga.

Ke depan harga komoditas yang masih berpeluang untuk menguat adalah jenis komoditas minyak sayur. Namun untuk beberapa komoditas yang terkait dengan Uni Eropa baik untuk impor dan ekspornya ada indikasi mengalami gejolak harga seiring dengan peningkatan kasus Covid-19 yang menjulang tinggi di benua tersebut dan memicu pengetatan kembali mobilitas sosial. 

Beberapa negara Eropa yang mulai mengetatkan kembali melakukan lockdown akibat lonjakan kasus infeksi Covid-19 adalah Perancis, Polandia, hingga Inggris. Lonjakan kasus juga terus terjadi di AS. Tentu hal ini perlu diwaspadai untuk ke depannya.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga-Harga Pangan di Dunia Mulai Naik, Tanda Apa Ini?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular