Utang Luar Negeri

Melongok BUMN yang Kenyang (Eh Kembung) Gegara Utang...

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
15 October 2020 14:54
Logo BUMN  (Dok Kementerian BUMN)
Foto: Logo BUMN (Dok Kementerian BUMN)

Bahkan sebelum pandemi Covid-19 merebak, sebenarnya banyak BUMN terlilit hutang yang besar dan kondisi keuangannya sangat memprihatinkan. Beberapa BUMN bahkan sempat mengalami gagal bayar atas kewajibannya sehingga harus disuntik dana talangan dari pemerintah.

Tiga BUMN yang menjadi sorotan banyak pihak tahun ini adalah PT Krakatau Steel Tbk (KRAS), Perumnas dan PT Garuda Indonesia Tbk. Emiten baja pelat merah RI (KRAS) akhirnya harus melakukan restrukturisasi utang terbesar di Indonesia dengan nilai US$ 2,2 miliar.

Beberapa BUMN lain yang juga mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajibannya seperti Perumnas yang sempat tak mampu memenuhi kewajibannya membayar MTN senilai Rp 200 miliar akhir April lalu.

Kemudian ada lagi perusahaan maskapai penerbangan Garuda Indonesia yang kesusahaan membayar SUKUK Global senilai US$ 500 juta mengingat hanya memiliki kas senilai US$ 299 juta hingga akhir tahun lalu. 

Tingginya beban utang (leverage) BUMN di tengah kontraksi perekonomian yang membuat kondisi keuangannya menjadi tertekan membuat lembaga pemeringkat utang domestik maupun global ramai-ramai merevisi rating dan outlook perusahaan pelat merah tersebut. 

Dari 23 BUMN yang menguasai lebih dari 30% dari total aset perusahaan pelat merah, ada enam perusahaan yang ratingnya diturunkan oleh Pefindo di tahun ini. Dua dari enam perusahaan pelat merah yang turun rating antara lain dua BUMN konstruksi yaitu PT Waskita Karya Tbk (WSKT) dan PT Wijaya Karya Tbk (WIKA).

Penurunan rating korporasi tersebut oleh Pefindo dengan mempertimbangkan leverage-nya yang tinggi. Leverage yang tinggi terlihat dari beban utang terhadap pendapatannya (Adjusted Debt/EBITDA) yang lebih dari 10x untuk tahun ini mengacu pada laporan keuangan perseroan yang disetahunkan (annualized).

Kemudian ada BUMN yang bergerak di sektor kurir dan logistik yaitu PT Pos Indonesia (Persero) juga tak luput mendapatkan penurunan rating dari Pefindo. Tiga BUMN lain yang ratingnya diturunkan adalah PT Timah Tbk (TINS) dari sektor pertambangan, PT Jasa Marga Tbk (JSMR) dan PT Kereta Api (Persero).

Kendati rating perusahaan BUMN yang lain cenderung stabil, tetapi banyak yang outlooknya direvisi dari stabil menjadi negatif. Ada setidaknya 8 perusahaan BUMN yang outlooknya direvisi menjadi negatif tahun ini oleh Pefindo.

Lembaga pemeringkat utang global juga melakukan hal serupa dengan memangkas rating korporasi BUMN RI.

Realita pahit harus diterima oleh duo BUMN karya tersebut yang juga tingkat utangnya tergolong tinggi. Kinerja keuangan yang memburuk serta prospek ke depan yang terancam membuat lembaga pemeringkat utang global Moody's memangkas rating WIKA dan Fitch memangkas rating utang WSKT.

Moody's menurunkan rating WIKA dari Ba3 menjadi Ba2 dan menurunkan pandangankedepan perusahaan ini dari stabil menjadi negatif. Fitch Ratings memangkas peringkat surat utang jangka panjang emiten konstruksi BUMN, PT Waskita Karya Tbk (WSKT) dari sebelumnya A-(idn) menjadi BBB (idn).

Moody's tak hanya memangkas rating utang WIKA saja tetapi juga dua BUMN lain yaitu PT Jasa Marga Tbk (JSMR), PT Pelabuhan Indonesia II (Pelindo II).

Moody's juga menurunkan rating Jasa Marga dari Baa2 menjadi Baa3 dan outlook perusahaan tetap negatif. Outlook negatif yang diberikan Moody's juga dikarenakan oleh resiko kredit yang terus menghantui Jasa Marga dampak dari merebaknya virus corona.

Moody's berekspektasi terjadinya kontraksi di tingkat lalu lintas terutama di tol milik Jasa Marga akan menurunkan tingkat arus kas JSMR pada tahun 2020. Hal ini sudah tampak dari pendapatan JSMR yang turun -45,3% (yoy) pada kuartal I-2020.

Tak ketinggalan Moody's juga menurunkan rating PT Pelabuhan Indonesia II (Pelindo II) dari Baa2 menjadi Baa3, akan tetapi menurut Moody's outlook perusahaan ini tetaplah stabil kedepanya.

Menurut Moody's sektor pelabuhan juga terkena efek kejut virus corona, dimana total volum kargo yang dikirim dan diterima turun karena tingkat perdagangan global juga turun akibat terkontraksinya kondisi makro ekonomi global.

(twg/twg)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular