
Industri Batu Bara Kesulitan Pendanaan, Ada Apa ya?

Jakarta, CNBC Indonesia - Transisi energi dari energi berbasis fosil ke energi baru terbarukan (EBT) yang dikampanyekan oleh negara maju berdampak pada semakin sulitnya mendapat pendanaan untuk proyek batu bara.
Ratusan lembaga keuangan dunia diklaim mulai menyatakan keluar dan menjual sahamnya (divestasi) dari proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia tidak memungkiri hal ini.
Namun demikian, meski banyak lembaga keuangan yang tidak lagi mau mendanai batu bara, menurutnya ini tidak serta merta membuat pembangunan PLTU batu bara menjadi turun.
"Memang betul financing (pendanaan) tentu kita tidak pungkiri, ini jadi kendala ya, kan kalau kita lihat World Bank sendiri sudah declare (menyatakan) ya," paparnya dalam diskusi secara daring bersama Institute for Essential Services Reform (IESR), Selasa (13/10/2020).
Menurutnya meski Bank Dunia menyatakan tidak lagi medukung pembiayaan untuk energi kotor, tapi investasi di sektor batu bara malah meningkat. Bahkan, imbuhnya, China pada Semester I 2020 telah membangun PLTU dengan kapasitas 11,4 giga watt (GW).
"PLTU batu bara tetap berkembang, saya melihat pengalaman dari China, dia mengembangkan energi baru terbarukan (EBT) masif, tapi energi berbasis fosil juga masif," tuturnya.
Kondisi yang sama juga terjadi di Indonesia. Oleh karena itu, menurutnya industri batu bara tidak serta merta redup karena pasar ke depan masih ada dan malah cenderung meningkat.
"Ini menurut saya kita perlu cermati, sektor batu bara sudah bertransformasi bagus, perangkat kebijakan sudah ada di UU Minerba dan UU Ciptaker sudah dorong. Kita sama-sama kembangkan kemampuan optimal sebaik-baiknya," tuturnya.
Direktur Pembinaan Pengusahaan Batu Bara Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Sujatmiko menyatakan hilirisasi ini menjadi masa depan batu bara di tengah transisi energi.
Ada tujuh industri hilir batu bara, di antaranya gasifikasi batu bara, pembuatan kokas, underground coal gasification, pencairan batu bara, peningkatan mutu batu bara, pembuatan briket batu bara, dan coal slurry/coal water mixture.
"Kalau bicara hilirisasi ada tujuh peluang yang bisa masuk. Tujuh varian hilirisasi gas, kokas. Kokas impor US$ 1,5 miliar untuk kebutuhan kokas, artinya kita punya batu bara masih impor kokas. Hilirisasi adalah masa depan batu bara," ungkapnya.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Produsen Batu Bara Ramai-Ramai Minta Revisi Produksi, Kenapa?