
Indonesia Bangkit! Ekonomi Bakal Bergerak Positif di 2021

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah mengakui tetap optimistis dengan pemulihan ekonomi pada tahun depan, walaupun ketidakpastian dari pandemi covid-19 masih membayangi.
Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Ubaidi Socheh Hamid menjelaskan, pandemi covid-19 pada 2021 masih menjadi perhatian besar pihaknya, terutama dalam melaksanakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021.
"Dengan optimisme yang ada, kita berharap ada rebound, namun kita perlu hati-hati dengan risiko yang ada. Dampak covid-19 membentuk new baseline makro fiskal. Bagaimana rasio perpajakan, primary balance, defisit dan debt ratio," ujarnya dalam diskusi virtual, Selasa (13/10/2020).
Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang biasanya berada pada level 5%, dengan adanya covid-19 membuat pertumbuhan ekonomi terkontraksi atau minus 1,7% hingga 0,6% pada tahun ini.
Kendati demikian, optimisme muncul karena aktivitas pemulihan ekonomi sudah mulai terlihat sejak semester II-2020. Selain itu, ada ekspektasi berlanjutnya normalisasi, serta dukungan stimulus pada 2020 dan berlanjut tahun depan, sehingga diharapkan pemulihan ekonomi bisa berjalan dengan maksimal.
Beberapa hal lain yang juga menjadi perhatian di 2021 adalah pergerakan inflasi yang diperkirakan tetap terjaga. Di sisi lain, harga komoditas diprediksi dalam tren meningkat, ditambah dengan perbaikan di pasar keuangan secara bertahap.
"Perdagangan internasional masih tergantung dari kondisi pandemi di level global. Kemudian kebijakan ekonomi global masih akomodatif baik fiskal maupun moneter, utamanya untuk mendukung percepatan pemulihan ekonomi," tuturnya.
Di sisi lain penerimaan negara dari sisi perpajakan juga turut menurun karena pemerintah memberikan peran untuk memberikan stimulus ekonomi bagi dunia usaha dan masyarakat yang terdampak pandemi covid-19.
Dengan rasio perpajakan di tahun ini diperkirakan hanya mencapai 7,90% dan tahun depan mulai meningkat jadi 8,18%, seiring dengan perbaikan ekonomi di tahun depan.
Adapun defisit keseimbangan primer juga akan melebar di tahun ini, namun pemerintah menargetkan untuk bisa mempersempit keseimbangan primer tahun depan.
"Seperti diketahui, keseimbangan primer pada 2018 hanya 0,08% dan 2019 0,44%. Pada 2020 meningkat drastis menjadi 4,27% dan diproyeksikan akan kembali turun pada 2021 mencapai 3,58%," jelas Ubaidi.
Akibat dari pandemi covid-19, defisit APBN 2020 pun melebar dari yang tadinya 2,38% terhadap PDB pada 2019, menjadi 6,34% pada 2020, sesuai dengan Perpres 72 Tahun Pelebaran ini disebabkan pemerintah harus menggunakan berbagai instrumen fiskal untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi.
Peningkatan defisit anggaran juga berimplikasi pada peningkatan rasio utang terhadap PDB yang di tahun 2020 menjadi 37,60% dan di tahun 2021 dengan defisit anggaran 5,7%. Maka rasio utang pun juga masih akan meningkat di posisi 41,38% pada 2021.
"Kondisi ini mempengaruhi bagaimana mencoba melakukan konsolidasi ke depan sebab 2023 sesuai ketentuan perundang-undangan, kita harus kembali di posisi defisit anggaran di 3 persen tahun 2023," tutur Ubaidi.
(dru)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 3 Bulan RI Tersengat Covid-19, Kerugian Capai Rp 316 T