Kalau NATO Turun Gunung di LCS, Bagaimana Nasib China?

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
09 October 2020 18:40
FILE - In this April 3, 2020, file photo, the USS Theodore Roosevelt, a Nimitz-class nuclear powered aircraft carrier, is docked along Kilo Wharf of Naval Base Guam. The U.S. Navy says that after weeks of work, all of the roughly 4,800 sailors on the coronavirus-stricken USS Theodore Roosevelt aircraft carrier have been tested for the virus. The ship has been sidelined in Guam since March 27, moving sailors ashore, testing them and isolating them for nearly a month.(Rick Cruz/The Pacific Daily via AP, File)
Foto: Ilustrasi Laut China Selatan (AP/Rick Cruz)

Jakarta, CNBC Indonesia - Keadaan yang kian memanas diĀ Laut China Selatan membuat Menteri Pertahanan Kanada Harjit Sajjan meminta Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) 'turun gunung' memantau aktivitas China.

"Ini adalah beberapa hal yang akan terus kita pantau, dan kita memerlukan NATO untuk melakukan ini," katanya sebagaimana ditulis Canadian Press.

"Ini bukan hanya reaksi terhadap masalah. Hal ini soal memastikan setiap negara di luar melihat kemauan kolektif dari apa yang NATO bawa. Itulah pesan kuat pertahanan dan pencegahan."

Kanada, yang sudah menjadi salah satu anggota NATO sejak organisasi itu berdiri, kini sedang tidak akur dengan China. Negeri ini bersitegang pascapenangkapan salah satu petinggi Huawei, Meng Wanzhou, di Vancouver pada tahun 2018.

China membalas Kanada dengan menahan dua warga negaranya. Perjanjian Perdagangan Bebas kedua negara juga terancam batal akibat ketegangan tersebut.

Lalu apakah ada kemungkinan NATO akan turun tangan di perairan LCS? Pakar Hukum Internasional dari Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana mengatakan pihak NATO akan turun tangan jika kepentingannya terganggu.



"Ya bisa saja kalau kepentingan mereka terganggu. Kan China dikhawatirkan akan mendominasi jalur-jalur laut kebebasan navigasi (freedom of international navigation). Padahal itu kan lifeline untuk kapal-kapal pengangkut antar negara," kata Hikmahanto melalui pesan singkat kepada CNBC Indonesia pada Jumat (9/10/2020).

"Khawatirnya China memblokir (kebebasan navigasi), sehingga kepentingan negara-negara yang tergabung dalam NATO akan terganggu," lanjutnya.

Lebih lanjut, Hikmahanto mengatakan jika NATO nantinya akan turun tangan, China tidak akan mendominasi LCS. Meskipun mereka tetap akan mengklaim kedaulatan mereka di perairan tersebut.

Negeri Tirai Bambu mengklaim memiliki 80% wilayah LCS dengan konsep sembilan garis putus-putus (nine-dash line). Meski kalah di pengadilan arbitrase internasional, China masih tetap memakai konsep ini sehingga bersitegang dengan Vietnam, Malaysia, Brunei dan Filipina termasuk Taiwan.


(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article NATO Diharap Turun Gunung, Lawan China di Laut China Selatan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular