
Ricuh Buruh Tolak Omnibus Law, Waspada Covid-19 Klaster Demo!

Jakarta, CNBC Indonesia - Aksi unjuk rasa yang terjadi dalam 3 hari terakhir, dari Selasa-Kamis pekan ini dinilai bisa berpotensi menjadi klaster penularan Covid-19 yang baru.
Hal itu diungkapkan oleh Satgas Penanganan Covid-19. Satgas menilai hal ini akan kontra produktif dalam perjuangan Indonesia mengendalikan Covid-19 dalam 7 bulan terakhir.
"Saat ini terdapat kelompok masyarakat yang menyampaikan aspirasi secara terbuka, dengan jumlah yang banyak ini menjadi potensi menjadi klaster Covid-19," ujar Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito, dalam konferensi pers, Kamis (8/10/2020).
Dia menegaskan dalam perang melawan Covid-19, tidak bisa hanya dilakukan oleh pemerintah dan tenaga kesehatan. Namun, peran serta masyarakat dalam penerapan protokol kesehatan menjadi hal yang terpenting.
"Kita masih kondisi pandemi, kita ingatkan masyarakat untuk bisa saling bahu membahu untuk menurunkan angka Covid-19, #pakaimasker, #jagajarakhindarikerumunan dan #cucitanganpakaisabun atau hand sanitizer adalah kunci," ujar Wiku.
"Kami harap tak ada klaster yang timbul karena kegiatan akhir-akhir ini. Tanpa sinergi ini kasus daerah akan meningkat," tegas Wiku.
Demo di tengah pandemi Covid-19 yang ditakutkan bisa menjadi klaster baru nyata adanya. Kerumunan yang dilakukan sekelompok orang karena aksi demo menambah jumlah kasus baru.
Di Tangerang ditemukan sebanyak 13 orang buruh reaktif usai menjalani rapid test Covid-19. Tes tersebut dilakukan saat buruh melakukan aksi demo pada Selasa (6/10) dan hari ini. Tes dilakukan ke buruh PT KMK di Cikupa.
"90 kita rapid test, dari 90 sampel kita mendapatkan hasilnya 13 orang reaktif," kata Kapolres Tangerang Kombes Ade Ary Syam Indradi seperti dikutip dari detikcom, Rabu (7/10/2020).
Berikutnya ditemukan 12 orang reaktif rapid test Covid-19 di DKI Jakarta. Mereka ditemukan dari 200 orang diduga kelompok anarko yang hendak melakukan aksi di DPR, Jakarta Pusat, Rabu kemarin. Dari 200 orang yang diamankan, 90 orang telah di rapid test dan 12 di antaranya reaktif.
"Memang hari ini ada sekitar 200 lebih kelompok, kelompok yang kita duga adalah anarko yang berupaya untuk bergabung melakukan demonstrasi di depan gedung DPR yang berhasil kita amankan," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus.
Saat ini ratusan pemuda tersebut diamankan di Polda Metro Jaya. Mereka juga dilakukan swab test untuk mengantisipasi penyebaran virus Corona.
Selanjutnya, Kapolres Jakarta Barat Kombes Audie S Latuheru menyampaikan bahwa ada 89 remaja yang diamankan, dimana dua diantaranya terkonfirmasi positif Covid-19.
Adapun petugas gabungan mengamankan pemuda tersebut di beberapa lokasi di Jakarta Barat, Rabu Siang dan selanjutnya melakukan swab test terhadap para remaja tersebut.
"Hasil swab, dua dari 89 remaja yang diamankan terindikasi positif Covid-19 dan kami lakukan pengecekan secara ulang dan dari indikatornya dengan hasil yang sama," ujar Kombes Audie S Latuheru.
Saat ini, dua orang yang terkonfirmasi positif Corona dikarantina. Sedangkan yang lainnya diamankan di Polres Jakbar untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Ahli Epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono mengatakan seharusnya pemerintah mengajak dialog masyarakat sehingga aktivitas demo bisa dihindari.
![]() Aksi massa demo tolak Omnibuslaw berujung ricuh di kawasan Harmoni Jakarta, Kamis (8/10/2020). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto) |
Apalagi esensi dari unjuk rasa adalah menyampaikan aspirasi dan harusnya ada yg menerima mereka sehingga tidak ada aksi unjuk rasa. Munculnya klaster demonstrasi akan menjadi risiko besar, dalam penyampaian pendapat tanpa mematuhi protokol kesehatan.
Jika tetap berlangsung demo maka akan terjadi klaster demo, sehingga semakin sulit menekan laju penyebaran Covid-19. Dia menyayangkan pemerintah tidak memiliki kekhawatiran seperti itu dan tidak membuka ruang dialog sehingga bisa mencegah aksi untuk rasa..
"Pemerintah tidak serius menghadapi pandemi ini. Kalau serius pilkada, demo diusahakan jangan sampai ada dulu karena berpotensi menimbulkan klaster baru," kata Pandu Riono kepada CNBC Indonesia.
Masyarakat pun pastinya sulit menerimanya karena memang tidak ada ruang dialog, sehingga sekarang diharapkan polisi dapat bersikap lebih membantu misalnya jika pendemo yang tidak menggunakan masker diberikan masker. Paling tidak jika berdesakan saat demo, tetap menggunakan masker.
"Kalau saya orang pemerintah, saya orang Kemenkes akan membagikan masker, karena banyak yang tidak memakai masker itu," kata Pandu.
"Kita tidak sayang pada anak-anak kita. Yang demo kan itu juga mahasiswa masa depan bangsa kita. Tunjukan kita sayang sama mereka," lanjutnya.
Yang paling efektif untuk meredam demo ini menurutnya tetap ada ruang untuk berdialog.Tidak ada langkah mencegah kalster demo, selain mencegah terjadinya.
"Tidak ada suara kaya gitu mana menterinya? Kalau memang presidennya sedang sibuk," kata dia.
(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kasus Covid-19 Nanjak 15% Usai Lebaran, Paling Tinggi Jateng
