
Aturan Upah Omnibus Law Bikin Happy Pengusaha, Ini Buktinya

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketentuan soal upah minimum di UU Omnibus law Cipta Kerja (Ciptaker) tetap ada, tapi banyak perubahan skema penetapannya. Ada sektor-sektor tertentu yang dikecualikan dalam urusan upah minimum, berbeda dari sebelumnya yang semua sektor harus mengikuti dari besaran upah minum yang ditetapkan.
Berdasarkan draf UU Cipta Kerja (Cipta Kerja) yang diperoleh CNBC Indonesia, Selasa (6/10) diatur bahwa gubernur menetapkan upah minimum (UMP). Namun, ada sektor usaha yang dikecualikan dalam penetapan UMP yaitu sektor padat karya.
Sektor padat karya umumnya menyerap banyak tenaga kerja, seperti industri tekstil hingga alas kaki dan lainnya. Sektor-sektor ini memiliki penetapan UMP tersendiri berbeda dari sektor lainnya. Bisa jadi bila sudah diimplementasikan, UMP di sektor padat karya lebih 'ramah' dengan kantong pengusaha. Hal ini tampak jelas dalam pasal pada UU ini.
"Pasal 88E (1) Untuk menjaga keberlangsungan usaha dan memberikan perlindungan kepada pekerja/buruh industri padat karya, pada industri padat karya ditetapkan upah minimum tersendiri. (2) Upah minimum pada industri padat karya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib ditetapkan oleh Gubernur"
Diatur juga bahwa upah minimum pada industri padat karya dihitung dengan menggunakan formula tertentu. Namun, ketentuan lebih lanjut mengenai upah minimum industri padat karya dan formula tertentu diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Sedangkan di UU ini tak lagi menyebut soal upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota (UMK). Juga tak ada lagi soal upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota (UMSK).
Sementara itu, buruh melihat ketentuan ini menilainya sebagai langkah penetapan upah minimum (UMK) bersyarat, dan ada penghapusan upah minimum sektoral (UMSK).
Menurut Presiden KSPI Said Iqbal, UMK tidak perlu bersyarat dan UMSK harus tetap ada. Karena UMK tiap kabupaten/kota berbeda nilainya.
Selain itu, UMSK harus tetap ada. Sebab tidak adil, jika sektor otomotif seperti Toyota, Astra, dan lain-lain atau sektor pertambangan seperti Freeport, Nikel di Morowali dan lain-lain, nilai UMK-nya sama dengan perusahaan baju atau perusahaan kerupuk.
"Karena itulah di seluruh dunia ada Upah Minimum Sektoral yang berlaku sesuai kontribusi nilai tambah tiap-tiap industri terhadap PDP negara," kata .
Sebagai jalan tengah, penetapan nilai kenaikan dan jenis industri yang mendapatkan UMSK bisa dilakukan di tingkat nasional untuk beberapa daerah dan jenis industri tertentu saja. Jadi UMSK tidak lagi diputuskan di tingkat daerah dan tidak semua industri mendapatkan UMSK, agar ada keadilan. Sedangkan perundingan nilai UMSK dilakukan oleh asosiasi jenis industri dengan serikat pekerja sektoral industri di tingkat nasional.
"Jadi upah minimum yang diberlakukan tidak harus sama rata sama rasa, karena faktanya setiap industri berbeda kemampuannya. Karena itu masih dibutuhkan UMSK," ujarnya.
(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Fakta Omnibus Law: Pesangon Dipotong Sampai Outsourcing