
Kena PHK Tetap Dapat Pesangon di Omnibus Law Lho, Tapi...

Jakarta, CNBC Indonesia - Persoalan pesangon dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja sudah dapat kepastian bahwa tetap akan diberikan. Namun, yang membedakan adalah soal skemanya yang mengalami perubahan.
Buruh menolak pengurangan nilai pesangon dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan. Di mana 19 bulan dibayar pengusaha dan 6 bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan melalui Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
Presiden KSPI Said Iqbal mempertanyakan, dari mana BPJS mendapat sumber dana itu. Dengan kata lain, nilai pesangon berkurang walaupun dengan skema baru yaitu 19 bulan upah dibayar pengusaha dan 6 bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan tidak masuk akal.
Ia mempertanyakan bila tanpa membayar iuran tapi BPJS membayar pesangon buruh senilai 6 bulan gaji bila ada PHK.
Bisa dipastikan BPJS Ketenagakerjaan akan bangkrut atau tidak akan berkelanjutan program JKP Pesangon dengan mengikuti skema ini atau dengan kata lain dibuat aturan baru skema pesangon untuk tidak bisa dilaksanakan di lapangan.
Dalam draf final RUU Ciptaker yang beredar diperoleh CNBC Indonesia, pada bagian ketujuh, mengatur soal Jaminan Kehilangan Pekerjaan.
Pasal 46A:
(1)Pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja berhak mendapatkan jaminan kehilangan pekerjaan. (2)Jaminan kehilangan pekerjaan diselenggarakan oleh badan penyelenggara jaminan sosial ketenagakerjaan dan Pemerintah. (3)Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan jaminan kehilangan pekerjaan diatur dengan Peraturan Pemerintah
Pada draf RUU ini menjawab pertanyaan buruh, bahwa untuk mendapatkan JKP ada proses iuran yang akan disetorkan ke BPJS Ketenagakerjaan. Cuma mekanisme iurana itu apakah ditanggung oleh negara atau buruh belum bisa dipastikan.
"BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b berfungsi menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, program jaminan kematian, program jaminan pensiun, program jaminan hari tua, dan program jaminan kehilangan pekerjaan," jelas Pasal 83.
Sementara itu, soal jumlah maksimal pesangon diatur dalam pasal 156:
Pasal 156
(1) Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.
(2) Uang pesangon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling banyak sesuai ketentuan sebagai berikut:
a. masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah;
b. masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan upah;
c. masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
d. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan upah;
e. masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan upah;
f. masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan upah;
g. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan upah;
h. masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan) bulan upah;
i. masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah.
(3) Uang penghargaan masa kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling banyak sesuai ketentuan sebagai berikut:
a. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan upah;
b. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
c. masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas) tahun, 4 (empat) bulan upah;
d. masa kerja 12 (duabelas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas) tahun, 5 (lima) bulan upah;
e. masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6 (enam) bulan upah;
f. masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun, 7 (tujuh) bulan upah;
g. masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (dua puluh empat) tahun, 8 (delapan) bulan upah;
h. masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh) bulan upah.
4) Uang penggantian hak yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur; b. biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat dimana pekerja/buruh diterima bekerja; c. hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama
Persoalan pesangon selama ini memang menjadi beban dunia usaha. Pelaku usaha menanggung seluruh kewajiban pengusaha bila melakukan PHK.
Pada UU No 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, diatur ketentuan pemberian pesangon 32 kali upah. Pada subtansi RUU Cipta kerja terdapat dua hal penting, Pertama, akan ada penyesuaian perhitungan besaran pesangon. Kedua, ada namanya tambahan program program jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) bagi korban PHK.
Persoalan pesangon hanya satu dari 7 masalah yang dipersoalkan oleh buruh di Omnibus Law yaitu masalah UMK dan UMSK, pesangon, karyawan kontrak seumur hidup, outsourcing seumur hidup, waktu kerja, cuti dan hak upah atas cuti, serta jaminan kesehatan dan jaminan pensiun bagi pekerja kontrak outsourcing.
(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jreeng! Draf Final Omnibus Law: Pesangon Tak Bisa Diutak-Atik
