
AS Boikot Sawit FGV Bhd, Serangan Baru ke CPO Malaysia-RI

Jakarta, CNBC Indonesia - Amerika Serikat (AS) dikabarkan memblokir impor minyak kelapa sawit (CPO) dan produk turunan dari FGV Holding Bhd Malaysia. Perusahaan ini merupakan salah satu produsen terbesar di dunia.
Dalam website perusahaan tertulis kalau FGV memiliki 439.725 hektar kebun sawit di Malaysia dan Indonesia. Di RI, perkebunannya tersebar di 5 wilayah di Kalimantan Barat (Kalbar) dan Kalimantan Tengah (Kalteng).
Ditulis Bloomberg, pengiriman dari perusahaan dan anak perusahaan ditahan di semua pelabuhan masuk AS. Departemen Perlindungan Bea dan Perbatasan AS menyebut ada kerja paksa yang dilakukan.
"Perintah tersebut merupakan hasil dari penyelidikan selama setahun yang mengungkapkan adanya penipuan, pembatasan pergerakan, isolasi, intimidasi, kekerasan fisik dan seksual terhadap tenaga kerja," kutip media AS itu dari pernyataan Bea Cukai AS.
Hal ini sebenarnya menyusul laporan sebelumnya yang diterbitkan Associated Press (AP). Di mana beberapa perusahaan makanan dan kosmetik terbesar di dunia, serta beberapa bank raksasa, telah dikaitkan dengan pelanggaran ketenagakerjaan kelapa sawit di Malaysia dan Indonesia.
Laporan tersebut menyebut perusahaan seperti Unilever, L'Oreal, Nestle, Procter & Gamble (P&G), Colgate-Palmolive, dan Ikea. Termasuk beberapa nama bank raksasa, seperti Deutsche Bank, BNY Mellon, Citigroup, HSBC, dan Vanguard Group, dan Maybank.
Laporan tersebut juga mengklaim bahwa jutaan pekerja dari beberapa wilayah termiskin di Asia, yang bekerja untuk memproduksi minyak sawit, mengalami berbagai bentuk eksploitasi. Dengan yang paling parah adalah adanya pekerja anak di bawah umur, perbudakan, dan tuduhan pemerkosaan.
AP News mengatakan telah mewawancarai lebih dari 130 karyawan serta mantan karyawan dari 24 perkebunan kelapa sawit di kedua negara. Pekerja yang diwawancarai kebanyakan berasal dari Indonesia, Malaysia, Bangladesh, India, Nepal, Filipina, Kamboja, dan Myanmar, serta Muslim Rohingya tanpa kewarganegaraan.
"Ini telah menjadi rahasia tersembunyi industri selama beberapa dekade," kata Gemma Tillack dari Rainforest Action Network yang berbasis di AS yang mengungkap pelanggaran ketenagakerjaan di perkebunan kelapa sawit.
"Uang berhenti di bank. Pendanaan merekalah yang memungkinkan sistem eksploitasi ini."
Reporter AP News dalam laporan itu, bahkan mengklaim telah menyaksikan beberapa dugaan pelanggaran secara langsung. Bahkan melakukan tinjauan laporan polisi dan pengaduan yang dibuat untuk serikat pekerja.
Media itu juga mengaku mendapatkan rekaman dan foto yang diselundupkan dari perkebunan, juga menggunakan cerita media lokal untuk menguatkan laporan tersebut. Malaysia dan Indonesia sendiri memproduksi sekitar 85% dari perkiraan pasokan minyak sawit senilai US$ 65 miliar di dunia.
Ini merupakan serangan baru ke kelapa sawit dan CPO dari Malaysia-RI. Sebelumnya diskriminasi juga dilancarkan Eropa sementara kisruh politik Malaysia-India juga membuat boikot sempat dilakukan oleh negara PM Narendra Modi.
Khusus di Eropa, mengutip laporan Kementerian Perdagangan RI, regulasi UE mendiskreditkan CPO dengan Arahan Energi Terbarukan (Renewable Energy Directive II/RED II) Uni Eropa beserta aturan teknisnya (delegated act). Tanaman pangan yang dianggap berisiko tinggi pada lingkungan akan dibatasi penggunaannya dan dihapuskan secara bertahap dari pasar bahan bakar nabati Uni Eropa.
Sayangnya, kelapa sawit ikut ditetapkan sebagai tanaman pangan berisiko tinggi terhadap ILUC. Di sinilah letak diskriminasi tersebut.
(sef/sef) Next Article Berlumur Minyak CPO, Potret Pekerja Penguras Kapal di Priok
