
Ditolak 5 Fraksi, Pemerintah: Klaster Naker Masuk Omnibus Law

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah bersikeras untuk tetap membahas dan melanjutkan klaster ketenagakerjaan untuk masuk di dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker). Padahal 5 Fraksi di DPR sudah menyatakan menolak jika klaster ketenagakerjaan dibahas di dalam RUU Omnibus Law Ciptaker.
Kelima fraksi yang menolak untuk dibahas yakni fraksi Gerindra, Demokrat, Nasdem, PKS, dan PAN. Kemudian, Golkar dan PKB meminta klaster ketenagakerjaan tetap dibahas dalam RUU Cipta Kerja. Sedangkan, PDI-P dan PPP meminta perbaikan dari apa yang dipresentasikan pemerintah.
"Sampai saat ini, pemerintah tetap minta dibahas dan tidak ada arahan untuk ditarik," jelas Staf Ahli Bidang Regulasi, Penengakan Hukum, dan Ketahanan Kemenko Perekonomian, Elen Setiadi, Jumat (25/9/2020) malam.
Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) Anwar Sanusi menjelaskan, mengapa isu ketenagakerjaan harus dimasukkan ke dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja, karena untuk mendukung dua kepentingan besar.
Dua kepentingan itu, yakni untuk memberikan perlindungan kepada para pekerja dan para buruh. Serta bisa meningkatkan investasi dengan adanya perubahan dari sisi ekosistem ketenagakerjaan.
Anwar Sanusi menjelaskan, hal-hal yang berkaitan dengan pekerja atau buruh, para pencari kerja, serta mereka yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) diklaim sebagai persoalan utama yang pemerintah perhatikan.
Mengenai hak dan kewajiban, kata Anwar berkaitan dengan bagaimana produktivitas bisa ditingkatkan. Sehingga hak-hak yang tidak terpenuhi bisa terselesaikan dan tidak terjadi perselisihan. Intinya pemerintah mengklaim melalui klaster ketenagakerjaan ini, kepentingan buruh harus bisa direspon dengan tepat.
"Ketika bicara masalah perlindungan kerja, dan investasi tetap jalan, ada beberapa komponen-komponen yang harus perhatikan," ujarnya.
Alasan lainnya kata Anwar ada hal tantangan yang harus direspon. Dan pemerintah melihat tantangan itu dari sisi internal dan eksternal.
Dari internal misalnya adalah masalah kompetensi dan adanya miss match antara kebutuhan dan ketersediaan pasar kerja dan adanya kemampuan financial perusahaan yang tidak sama.
"Perbedaan kepentingan, kecurigaan satu sama lain, dan orientasi perjuangan dari serikat buruh dan serikat pekerja," jelas Anwar.
"Dari aspek eksternal yang tentu hars kita respon, adalah bonus demografi. Artinya dr ini yg menciptakan tenaga2 kerja baru, hrs kita respon dan dlm rangka memenangkan kompetisi global dan cukup responsif untuk mengelola dari krisis ekonomi yang berjalan," kata Anwar melanjutkan.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Kemnaker, Haiyani Rumondang menjelaskan ada 10 substansi yang harus dimasukkan ke klaster cipta kerja dan harus dibenahi.
Ke-10 subtansi di dalam klaster ketenagakerjaan tersebut di antaranya, bagian umum atau yang memuat undang-undang yang akan direvisi, penggunaan tenaga kerja asing (TKA), perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), alih daya (outsourcing), waktu kerja dan waktu istirahat.
Kemudian substansi lainnya yakni tentang pengupahan, pemutusan hubungan kerja (PHK) dan kompensasi PHK, sanksi, jaminan kehilangan pekerjaan, dan penghargaan lainnya.
"Secara umum, bahwa kehadiran klaster tenaga kerja, kami berharap akan ada jaminan perlindungan ke tenaga kerja dan ke angkatan kerja yang nanti masuk ke pasar kerja. Mereka yang sedang dipersiapkan dari pendidikan formal dan termasuk saluran-saluran lain untuk bisa mengikuti pelatihan, dan sebagainya," jelas Haiyani.
"Di dalam penyempurnaan yang kami ajukan kami tentu mendengarkan berbagai atau permintaan dari stakeholder kami khususnya pekerja, di dalam penyusunan berikutnya akan diikutsertakan dalam penyusunan pelaksanaannya," kata Haiyani melanjutkan.
(dob/dob)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Panas! 5 Fraksi DPR Tolak Klaster Tenaga Kerja di Omnibus Law