
Covid-19 RI Selesai 2021 & Hidup Normal 2022, Realitanya?

Mari ulas satu per satu! Untuk menentukan tindakan penanganan wabah, maka hal yang pertama harus dilakukan adalah mengetahui seberapa banyak orang yang terjangkit wabah. Untuk mendapatkan jawabannya tentu harus dilakukan tes atau uji Covid-19.
Mengutip data Worldometer, Indonesia sudah melakukan pengujian terhadap 2.994.069 spesimen per 22 September. Dengan populasi yang lebih dari 274 juta orang, maka jumlah tes per 1 juta penduduk adalah 10.920.
Di antara 10 negara berpenduduk terbanyak dunia, jumlah tes per 1 juta orang di Indonesia adalah yang kedua terendah. Indonesia hanya unggul dari Nigeria. Padahal di antara negara-negara tersebut ada yang berpendapatan menengah-bawah yang notabene di bawah Indonesia. Sebut saja India, Pakistan, dan Bangladesh.
Tes yang terlalu sedikit pada akhirnya hanya akan membuat validitas maupun tingkat kepercayaan terhadap data menjadi lemah. Padahal data penting untuk menentukan kebijakan.
Banyaknya fenomena orang tanpa gejala (OTG) di Indonesia membuat wabah ini mudah sekali tak terdeteksi dan menyebar luas ke berbagai wilayah. Bahkan tak jarang menciptakan cluster tertentu.
Sampai saat ini DKI Jakarta masih menjadi episentrum wabah. Beberapa cluster yang terbentuk di ibu kota antara lain cluster komunitas, perkantoran bahkan rumah sakit. Mengacu pada data Satgas Covid-19, cluster rumah sakit menyumbang 24.000 kasus sendiri.
Ini pun gara-gara metode tracing yang terkesan malas. Bagaimana tidak? kasus tersebut dilaporkan ketika ada masyarakat yang dirawat di RS atau secara sukarela mendaftarkan diri untuk ikut tes.
Padahal contact tracing merupakan metode penting dalam penanganan suatu wabah menular seperti Covid-19. Bukti buruknya pelaksanaan contact tracing di Tanah Air ini dibuktikan dalam riset Blavatnik School of Government University of Oxford.
Contact Tracing Index, yang digambarkan dengan skala 0-2. Nol berarti tidak ada upaya pelacakan kontak, satu berarti ada tetapi terbatas (tidak dilakukan terhadap seluruh kasus), dan dua berarti pelacakan kontak yang komprehensif (dilakukan terhadap seluruh kasus).
Skor Indonesia adalah satu, artinya ada pelacakan tetapi terbatas. Median skor negara-negara berpendapatan menengah-atas adalah dua. Lagi-lagi Indonesia masih di bawah itu.
HALAMAN SELANJUTNYA >> Social Distancing Juga Buruk, Lho?