
Bukan Gertak Sambal, Trump Kembali Sanksi Iran

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan negaranya telah kembali menerapkan sanksi di bawah resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terhadap Iran pada Senin (21/9/2020).
Sanksi itu diterapkan pada 27 individu dan entitas, yang termasuk kementerian pertahanan Iran, Organisasi Energi Atomnya dan pemimpin sayap kiri Venezuela, Nicolas Maduro.
Sanksi untuk Iran dijatuhkan karena menurut Trump negara itu telah melakukan pelanggaran, termasuk melakukan serangan terhadap fasilitas minyak Saudi. Atas dasar itu, Trump juga meminta negara-negara dunia mendukung perpanjangan embargo senjata pada Iran yang akan berakhir bulan depan.
"Amerika Serikat sekarang telah memulihkan sanksi PBB terhadap Iran," kata Trump dalam sebuah pernyataan, mengutip AFP.
"Tindakan saya hari ini mengirimkan pesan yang jelas kepada rezim Iran dan mereka yang berada di komunitas internasional yang menolak (mendukung AS), untuk membela Iran."
AS juga mengatakan akan memberlakukan kembali hampir semua sanksi PBB terhadap Iran yang dicabut berdasarkan perjanjian nuklir 2015 dengan Iran.
Sebelumnya pada 2018, Trump telah menarik AS keluar dari kesepakatan yang dinegosiasikan oleh mantan presiden Barack Obama tersebut.
Perjanjian itu juga telah banyak dikecam di bawah pemerintahan Trump. Menteri Luar Negeri Mike Pompeo pada Senin lalu menyebut perjanjian itu sebagai sebuah "kegagalan yang hina".
Tetapi, Pompeo juga berpendapat bahwa Amerika Serikat masih menjadi "peserta" dalam kesepakatan sehingga berhak menjatuhkan sanksi atas pelanggaran yang dilakukan Iran.
Sayangnya, hampir seluruh negara Dewan Keamanan PBB, termasuk negara-negara Eropa, menentang pandangan AS tersebut. Mereka mengatakan bahwa prioritas mereka adalah untuk menyelamatkan solusi damai pada program nuklir Iran.
"Kami telah memperjelas bahwa setiap negara anggota di Perserikatan Bangsa-Bangsa memiliki tanggung jawab untuk menegakkan sanksi," kata Pompeo kepada wartawan ketika ditanya tentang oposisi Eropa atas langkah AS.
"Itu pasti termasuk Inggris, Prancis, dan Jerman."
Sebelumnya, AS juga telah menerapkan sanksi ekonomi pada Iran ketika Trump menarik AS dari perjanjian nuklir. Padahal saat itu inspektur PBB mengatakan Iran mematuhi kesepakatan yang bisa membuat negara itu menerima bantuan ekonomi.
Menanggapi kabar ini, beberapa pengamat percaya bahwa tujuan sebenarnya dari langkah Trump adalah untuk secara definitif menghentikan kesepakatan nuklir, yang didukung kuat oleh Joe Biden, saingannya dari partai Demokrat dalam pemilihan 3 November.
Di luar dari itu, Iran secara terpisah memberikan tanggapannya atas langkah Trump. Dalam pidato di depan Dewan Hubungan Luar Negeri AS, Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif mengatakan bahwa upaya terbaru Trump tidak akan memiliki "dampak signifikan" pada negaranya.
"Amerika Serikat telah mengerahkan semua tekanan yang bisa dilakukannya terhadap Iran. Ia berharap sanksi ini akan membuat penduduk kita bertekuk lutut. Ternyata tidak," kata Zarif.
Zarif juga mengatakan bahwa Iran tidak bersedia untuk merundingkan kembali kesepakatan awal bahkan jika Biden menang.
"Amerika Serikat pertama-tama harus membuktikan bahwa ia layak mendapatkan kepercayaan yang diperlukan untuk masuk kembali ke dalam kesepakatan sebelum menetapkan persyaratan," kata Zarif.
(sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Iran Terancam Konfrontasi dengan AS di Karibia, kok Bisa?
