
Indonesia Rezim Pengutang & Bakal Bangkrut, Benar Ferguso??

Pernah tanya buat apa saja utang sebanyak itu?
Kenapa utang makin menggunung tapi ekonomi malah kian limbung?
Pernah tanya soal ini?
Negara bakal bangkrut..
Dasar Rezim Pengutang...
Jakarta, CNBC Indonesia - Kira-kira narasi seperti itu yang muncul di sosial media. Banyak yang bertanya apakah Indonesia bisa membayar seluruh utang yang disebut Maha Dahsyat akibat Covid-19 ini?
Berdasarkan data APBN Kita Agustus 2020, utang pemerintah pada posisi akhir Juli 2020 mencapai Rp 5.434,86 triliun atau mengalami peningkatan Rp 831,24 triliun (18%) hanya dalam 1 tahun.
Utang tersebut 84,57% adalah penerbitan surat berharga negara atau disingkat SBN sebesar Rp 4.596,26 triliun. Sementara ada pinjaman yakni dalam dan luar negeri Rp 838,6 triliun atau sekitar 15,43% dari total utang.
Terjadi kenaikan Debt to GDP Ratio atau rasio utang terhadap PDB dari 29,51% di Juli 2019 menjadi 33,63% di Juli 2020.
Kenaikan Signifikan Utang Akibat Covid-19 Biadab
Posisi utang Pemerintah per akhir Juli 2020 berada di angka Rp5.434,86 triliun dengan rasio utang pemerintah terhadap PDB sebesar 33,63%. Secara nominal, posisi utang Pemerintah Pusat mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
"Hal ini disebabkan oleh peningkatan kebutuhan pembiayaan untuk menangani masalah kesehatan dan pemulihan ekonomi nasional akibat Covid-19," demikian narasi pemerintah di APBN Kita Agustus 2020 seperti ditulis CNBC Indonesia, Rabu (16/9/2020).
Untuk informasi, Presiden Joko Widodo meneken revisi Pepres Nomor 54 Tahun 2020 tentang perubahan APBN 2020. Di dalam Perpres 72 Tahun 2020, Defisit Anggaran di APBN 2020 ditetapkan membengkak menjadi Rp 1.039 triliun atau 6,37% terhadap PDB.
Fitch Ratings, lembaga pemeringkat international pada 10 Agustus 2020 baru saja mempertahankan peringkat kredit Indonesia di level BBB dengan outlook stabil. Fitch mencatat bahwa rasio utang Indonesia yang meningkat masih terbilang lebih kecil daripada median rasio utang terhadap PDB negara-negara dengan peringkat utang BBB lainnya yang mencapai 51,7%.
Dalam laporannya, Fitch juga menyatakan bahwa kebijakan Pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19 sudah berada pada jalur yang tepat. "Hal ini turut menjadi bukti bahwa dunia memandang Indonesia mampu menjaga stabilitas makroekonomi dan prospek ekonomi jangka menengah di tengah pandemi Covid-19, serta tekanan dan ketidakpastian secara global," tambah laporan di APBN Kita.
Amankah Utang Indonesia?
Tolak ukur yang masih menjadi patokan dunia dalam memandang utang adalah Debt to GDP Ratio atau Rasio Utang terhadap PDB tadi.
Mari melihat data. Jepang, bukan satu-satunya ekonomi dunia yang utang pemerintahnya melebihi atau menyamai PDB sebelum wabah. Pada akhir 2019 rasio utang terhadap PDB Jepang mencapai 237%. Sementara Italia 135% dari PDB.
AS mencapai 107% terhadap PDB. Lebih luasnya lagi, berikut data utang terhadap PDB negara G-20 (Desember 2019):
Jepang 237%
Italia 135%
Singapura 126%
AS 107%
Prancis 98,1%
Spanyol 95,5%
Kanada 89,7%
Argentina 89,4$
Negara Kawasan Eropa 84,1%
Inggris 80,7%
Brazil 75,79%
India 69,62%
Afrika Selatan 62,2%
Jerman 59,8%
China 50,5%
Belanda 48,6%
Meksiko 45,5%
Australia 45,1%
Swiss 41%
Korea Selatan 36,6%
Turki 33,1%
Saudi Arabia 22,8%
Russia 12,2%
Para ahli memiliki pendapat berbeda tentang berapa banyak utang pemerintah dan tolak ukurnya. Termasuk dari rasio utang terhadap PDB saja tidak menentukan tingkat risiko suatu negara.
Jepang dan AS, misalnya, memiliki rasio utang pemerintah terhadap PDB tertinggi di dunia, tetapi lembaga pemeringkat kredit memberi nilai tinggi pada kedua negara secara umum. Penilaian ini mencerminkan faktor-faktor selain hanya utang pemerintah, termasuk kapasitas dan kemauan negara untuk membayar kembali kewajibannya.
Jika melihat Indonesia, pembayaran bunga utang tidak pernah luput. Realisasi Pembayaran Bunga Utang sampai dengan Juli 2020 sebesar Rp 182,8 triliun, naik 15,2 persen (yoy), sejalan dengan tambahan penerbitan utang yang dilakukan untuk menutup peningkatan defisit APBN 2020 dan peningkatan pengeluaran pembiayaan.
"Pengelolaan utang Pemerintah dilakukan dengan pruden dan akuntabel, dengan tetap mengutamakan sumber pembiayaan dalam negeri dengan tingkat bunga tetap untuk menjaga risiko utang yang terkendali. Selain itu, dukungan BI melalui skema burden sharing turut membantu kesinambungan fiskal Pemerintah dalam jangka panjang, sehingga risiko fiskal terkait pemenuhan pembiayaan Covid-19 tetap terjaga dalam batas aman," tulis keterangan Pemerintah.
"Pemerintah berkomitmen untuk melakukan pengelolaan utang dengan prudent dan akuntabel demi mendukung APBN yang kredibel, utamanya di tengah kejadian extraordinary Covid-19 yang memerlukan extraordinary effort pula. Selain itu, Pemerintah juga selalu mengutamakan fleksibiltas dan efisiensi dalam pembiayaan agar dapat menjaga komposisi portofolio utang secara optimal untuk memastikan keseimbangan makro yang sustainable."
HALAMAN SELANJUTNYA >> Burden Sharing dan Kebangkrutan (NEXT)