
Ini Cara Indonesia Damaikan Laut China Selatan

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi, mengatakan Indonesia ingin kawasan Laut China Selatan (LCS) yang damai dan stabil.
Hal itu diungkapkan Retno dalam Press Briefing di Jakarta pada Sabtu (12/9/2020), di tengah meningkatnya ketegangan antara Amerika Serikat (AS) dengan China di kawasan tersebut.
"Indonesia sampaikan bahwa Indonesia ingin melihat Kawasan LCS damai dan stabil, dimana prinsip-prinsip internasional yang diakui secara internasional ditegakkan termasuk UNCLOS 1982."
Selain kembali menegaskan fungsi UNCLOS 1982 sebagai kerangka hukum internasional untuk semua aktivitas di perairan dan laut, Retno juga membahas soal kode etik (Code of Conduct) yang masih dalam tahap penyelesaian.
Retno mengatakan bahwa The Code of Conduct in the South China Sea harus konsisten dengan hukum internasional termasuk UNCLOS 1982.
"Indonesia juga sampaikan bahwa UNCLOS 1982 adalah satu-satunya basis untuk penentuan maritime entitlements, kedaulatan dan hak berdaulat, juridiksi dan legitimate interest di perairan dan laut." tegasnya.
Sebelumnya pada pekan lalu Indonesia dan negara ASEAN lainnya, serta China, telah mengadakan pertemuan untuk membahas soal penyelesaian Code of Conduct. Dalam pertemuan secara online yang dihadiri para menteri luar negeri negara itu, China mengatakan negaranya ingin menyelesaikan pembentukan kode etik soal Laut China Selatan. Tujuannya adalah demi menghindari bentrokan di kawasan yang diperebutkannya dengan sejumlah negara tersebut.
"China harus menyelesaikan kode etik dengan negara-negara ASEAN secepat mungkin untuk menciptakan seperangkat aturan yang mencerminkan karakteristik kawasan itu," kata Menteri Luar Negeri China, Wang Yi, Kamis.
Pernyataan itu disampaikan saat AS-China makin meningkatkan kehadiran di kawasan yang merupakan jalur penting bagi perdagangan internasional itu.
Sebagaimana diketahui, China terus memperluas klaimnya di kawasan dalam beberapa bulan terakhir. Ada sekitar 90% kawasan Laut China Selatan yang diklaim China. Negara itu bahkan telah membangun pulau-pulau buatan dengan infrastruktur militer.
Langkah itu tidak hanya menarik amarah dari negara-negara yang memperebutkan kawasan (Brunei, Malaysia, Filipina dan Vietnam), tapi juga AS, yang memiliki militer terbesar di dunia.
AS menganggap langkah China itu bisa membahayakan kawasan, dan atas dasar itu AS telah meningkatkan kehadirannya di perairan. Pada Juli, AS bahkan dengan tegas menyebut klaim China melanggar hukum internasional.
Namun, kegiatan AS itu justru membuat China marah. Hingga kini kedua negara terus saling memperkuat posisi militer mereka di perairan, memicu ketakutan di antara negara-negara kawasan akan terjadinya perang senjata.
(dob/dob)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article TNI AU Soroti Eskalasi AS Vs China di Laut China Selatan
