
Dampak Ngeri RI Resesi: PHK Massal & Kemiskinan, Stagflasi?

Jakarta, CNBC Indonesia - Pertumbuhan ekonomi RI pada kuartal II-2020 telah tumbuh negatif -5,32%. Sepanjang wabah Covid-19 tidak segera tertangani, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan akan semakin buruk.
Sejumlah ekonom meyakini, pada kuartal III-2020, Indonesia sudah pasti akan masuk ke dalam jurang resesi ekonomi. Ditambah dengan adanya penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta yang akan diterapkan pada 14 September 2020 mendatang.
Kepala Ekonom BCA David Sumual juga mengatakan, tanpa ada PSBB lagi, pertumbuhan ekonomi RI pada kuartal III-2020 sebenarnya sudah diproyeksikan negatif. Indonesia mengalami resesi pun merupakan hal yang lumrah.
David memproyeksikan pertumbuhan ekonomi akan berada pada kisaran -1% hingga -3% pada kuartal III-2020.
"Bukan hal aneh karena menurut World Bank 93% negara dunia akan masuk resesi. Maka tak heran kalau Indonesia juga resesi. Karena negara-negara maju diprediksi akan masuk resesi," jelas David, Kamis (10/9/2020).
Pada umumnya, suatu negara dikatakan mengalami resesi ketika produk domestik bruto (PDB) mengalami kontraksi 2 kuartal beruntun secara tahunan atau year-on-year (YoY). Sementara jika kontraksi terjadi secara kuartalan atau quarter-to-quarter (QtQ), maka disebut mengalami resesi teknikal.
Sebagai gambaran, Pemprov DKI Jakarta mulai menerapkan PSBB sejak 10 April 2020. Dasar hukumnya adalah PMK Nomor 9 Tahun 2020 dan Pergub DKI Nomor 33 Tahun 2020. Setelah itu, PSBB diperpanjang hingga jilid III yang berakhir pada 4 Juni 2020.
Terhitung mulai 5 Juni 2020, Pemprov DKI Jakarta mulai menerapkan PSBB transisi fase I yang diperpanjang sebanyak lima kali hingga 10 September 2020.
Namun, seiring peningkatan kasus konfirmasi positif Covid-19 yang dikhawatirkan akan berdampak kepada meningkatnya kapasitas rumah sakit, Pemprov DKI Jakarta akan mulai menerapkan PSBB seperti semula pada 15 September 2020.
Dampak Resesi Di Tengah PSBB di DKI
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira dampak terburuk dari resesi dan PSBB total di Jakarta adalah adanya gelombang 3 PHK massal.
Bhima merinci, Gelombang PHK pertama terjadi pada waktu PSBB pertama, di mana sektor pariwisata, perhotelan, dan restoran terdampak. Kemudian, di Gelombang PHK kedua menyampu sektor industri manufaktur dan retail pada pertengahan Juni-Juli 2020.
"Nah gelombang ketiga PHK ini akan merata di hampir semua sektor, termasuk perdagangan, transportasi, dan bisnis properti," jelas Bhima kepada CNBC Indonesia, dikutip Jumat (11/9/2020).
Selain adanya gelombang PHK masal, angka kemiskinan juga bisa naik tajam karena masyarakat rentan miskin sedikit persediaan cashnya. Mau di sektor usaha mikro, kecil, dan menegah (UMKM) pun, kata Bhima masyarakat akan sulit. Karena perkantoran akan tutup, omset pasti akan menurun.
Menurut Bhima bertambahnya angka pengangguran dan kemiskinan ini harus diantisipasi, agar tidak mengulang kasus 1998. Bantuan pemerintah sebaiknya langsung dipercepat penyalurannya.
Bhima juga menyarankan, realisasi stimulus macet seperti subsidi bunga dialihkan ke bantuan langsung tunai (BLT) penuh, karena masih banyak pekerja informal belum tersentuh bantuan.
"Program Kartu Pra Kerja itu dibongkar total dirubah BLT untuk pengangguran. Jangan dikasih training dulu, ini situasi mendesak pengangguran harus di beri subsidi juga yang jumlahnya bahkan lebih besar dari subsidi upah pekerja formal," jelas Bhima.
Apakah Indonesia berpotensi mengalami stagflasi? Sejumlah ekonom meyakini Indonesia masih jauh dari kondisi stagflasi.
Untuk diketahui, stagflasi terjadi saat pertumbuhan ekonomi menurun terus, yang kemudian diikuti dengan meningkatnya jumlah pengangguran dalam waktu bersamaan.
Stagflasi adalah sebuah terminologi gabungan dari istilah stagnasi dan inflasi. Stagnasi adalah mandegnya perekonomian. Sedangkan inflasi adalah harga barang yang terus naik.
Kepala Ekonom BCA David Sumual memandang, Indonesia masih jauh dari kondisi stagflasi.
"Stagflasi tidak. Inflasi malah cenderung rendah karena aktivitas ekonomi minim kalau ada PSBB [di Jakarta]," jelas David.
Seperti diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, Indonesia mengalami deflasi atau inflasi sebesar -0,05% (mtm) pada Agustus 2020. Ini merupakan deflasi kedua setelah pada Juli 2020 juga terjadi deflasi -0,10%.
Yang terjadi Indonesia saat ini, kata Direktur Riset CORE Indonesia, Piter Abdullah adalah, inflasi Indonesia terbilang sangat rendah. Bahkan selama dua bulan berturut-turut mengalami deflasi.
"Stagflasi Itu artinya pertumbuhan ekonomi yg rendah atau minus diikuti dengan inflasi yg tinggi. Inflasi Kita Kan sangat rendah," jelas Piter.
Piter memandang, di masa PSBB transisi yang lalu, perekonomian sudah bergerak kembali. Walaupun masih sangat terbatas. Dengan adanya PSBB, maka tidak menutup kemungkinan, akan terus melambat.
"Penyaluran kredit mulai tumbuh terutama dengan dorongan likuiditas dari Pemerintah. Semua Akan berbalik melambat kembali," jelas Piter.
Jika PSBB Total di DKI Jakarta berlangsung hingga akhir tahun, maka dampaknya akan besar. Ekonomi, kata Piter akan benar-benar kembali terpuruk. Penyaluran kredit akan kembali berhenti.
Dengan adanya perlambatan kredit, kredit macet atau non performing loan (NPL) pun akan meningkat. Kendati demikian, meningkatnya NPL, menurut Piter bisa diredam dengan kebijakan restrukturisasi kredit.
"Tanpa pengetatan PSBB, saya perkirakan pertumbuhan ekonomi pada Kuartal III-2020 akan minus 3%. Dengan pengetatan PSBB pasti naik lagi di atas 3%. Untuk the whole year, bergantung kepada berapa lama pengetatan ini akan berlangsung," jelas Piter.
(dru)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ramalan & Skenario Ekonomi RI Tumbuh 5% di 2021, Percaya??