
Seram! Alan Greenspan Bicara Covid & Utang Pemerintah Bengkak

Jakarta, CNBC Indonesia - Ekonomi Amerika Serikat (AS) mengalami masalah yang serius akibat pandemi Covid-19. Mantan bos bank sentral AS punya kekhawatiran soal inflasi dan defisit anggaran.
Alan Greenspan bos Federal Reserves 1987-2006 memberikan komentarnya terkait perekonomian AS dalam sebuah wawancara di program Squawak on the Street CNBC International.
"Saya memandang prospek inflasi sangat disayangkan bakal negatif sebagai hasil pengeluaran pemerintah yang menyebabkan crowding out investasi swasta dan pertumbuhan produktivitas" kata Pria berusia 94 tahun itu, mengutip CNBC International.
Crowding Out dalam ekonomi merupakan suatu paham di mana ketika pemerintah mengambil kebijakan fiskal yang sangat ekspansif. Secara umum ada dua cara untuk mendanai ekspansi fiskal, menaikkan tarif pajak atau menambah utang.
Ketika pemerintah berutang dalam jumlah yang sangat besar, maka akan ada kompetisi yang membuat suku bunga naik karena adanya keterbatasan saving yang bisa dipinjamkan.
Pinjaman pemerintah yang besar juga akan berakibat pada penyerapan sebagian besar kapasitas kredit (lending capacity) sehingga sektor swasta bisa tak kebagian. Ongkos meminjam (borrowing cost) yang tinggi membuat sektor swasta enggan untuk berinvestasi.
Jika crowding out ini terjadi maka akan berdampak buruk bagi perekonomian dalam jangka panjang.
Alan Greenspan juga menyoroti defisit fiskal AS yang membengkak dan dinilainya sudah di luar kendali. Pembengkakan defisit fiskal sebenarnya menjadi tema besar di tahun ini lantaran adanya pandemi Covid-19.
Pendapatan dari pajak akan menurun sebagai konsekuensi dari hampir mandeknya aktivitas ekonomi akibat lockdown.
Di sisi lain, pengeluaran pemerintah untuk memberikan stimulus guna menahan kejatuhan ekonomi lebih lanjut juga membengkak. Tengok saja AS sudah menggelontorkan stimulus fiskal yang jumbo dengan nilai lebih dari US$ 2 miliar.
Sampai dengan Juli lalu, defisit fiskal atau anggaran pemerintah AS tercatat mencapai US$ 2,45 triliun, jumlah yang sangat dahsyat. Untuk output ekonomi senilai US$ 20 triliun, maka angka defisit fiskal AS sudah mencapai lebih dari 10%.
Masalahnya untuk menambal defisit fiskal tersebut umumnya pemerintah akan meminjam atau menerbitkan surat utang dalam rangka pembiayaan kembali (refinancing). Dalam kondisi normal ini sering terjadi. Namun dengan defisit fiskal yang bengkak tentu ini akan menjadi masalah lain.
Seiring dengan AS yang bermasalah, The Fed mempertahankan kebijakan moneter ultra longgarnya yang terlihat dari suku bunga rendahnya. Baru-baru ini, bank sentral yang dinahkodai Jerome Powell tersebut, berkomitmen membawa inflasi hingga mencapai target 2%.
Bank sentral telah mengindikasikan tidak akan menaikkan suku bunga bahkan jika inflasi berada di atas target untuk jangka waktu tertentu. Namun, inflasi di AS secara konsisten di bawah tingkat 2% dalam dekade terakhir dan baru-baru ini bahkan mendekati 1%.
(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tolong! AS Kekurangan Uang Koin Receh Gegara Covid-19