
'Pilkada Bisa Jerumuskan Rakyat ke Pandemi yang Makin Parah'

Jakarta, CNBC Indonesia - Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) merilis pernyataan sikap terkait pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah Serentak yang akan digelar pada 9 Desember 2020.
Dalam pernyataan sikap yang diteken Ketua Dewan Pengurus LP3ES Didik J Rachbini dan Direktur Center for Media & Democracy LP3ES Wijayanto, Senin (7/9/2020), LP3ES mengingatkan pemerintah terkait pelaksanaan pilkada yang akan berlangsung di 270 daerah tersebut.
"Keprihatinan terhadap pandemi semakin tinggi. Kegelisahan publik semakin meluas. Kami dari sisi "civil society" mengingatkan kembali agar pemerintah memikirkan kembali beberapa hal ini terkait pelaksanaan pilkada, yang berpotensi menjerumuskan rakyat ke dalam kondisi pandemi yang semakin parah," tulis LP3ES dalam rilis yang diterima CNBC Indonesia.
Terdapat 7 poin yang menjadi bagian dari pernyataan sikap LP3ES.
Pertama, LP3ES menilai pemerintah keras kepala lantaran hanya menunda pilkada selama tiga bulan dari jadwal awal 9 September menjadi 9 Desember. Padahal, situasi saat ini penuh dengan keprihatinan seiring peningkatan kasus kematian akibat Covid-19.
"Kebijakan ini adalah kebijakan yang salah karena secara sadar atau tidak sadar, sengaja atau tidak sengaja, berpotensi menjerumuskan rakyat menjadi korban Covid-19 lebih banyak lagi. Kebijakan pelaksanaan pilkada ini dilaksanakan tidak memakai hati yang dingin dan berhati-hati tetapi menggunakan disorientasi akal dan nafsu kekuasaan semata," tulis LP3ES.
Kedua, LP3ES menyatakan pelaksanaan pilkada dalam keadaan pandemi yang agresif merupakan kebijakan yang tidak bertanggung jawab. Tanpa pesta demokrasi saja, pemerintah gagal mengendalikan penyebaran pandemi Covid-19.
"Bagaimana keadaan dan perkembangan pandemi ini jika pemerintah melaksanakannya, meski sudah banyak yang mengingatkan. Pemerintah berharap pilkada mengikuti protokol sesuai anjuran. Ini tidak masuk akal dan pilkada di tengah Covid-19 adalah kebijakan yang tidak bertangagung jawab. Kelak akibat dari kebijakan ini harus diminta pertanggungjawabannya."
Ketiga, LP3ES menuding pilkada serentak dijalankan tanpa berpikir panjang dan tanpa menghitung dampak terhadap rakyat. Implikasi pilkada serentak diyakini akan besar terhadap pandemi yang diperkirakan semakin meluas.
"Pilkada adalah kegiatan persaingan politik dengan tingkat disorientasi dan tingkat kewarasan yang rendah. Dalam keadaan tanpa pandemi, pemilu atau pesta demokrasi seperti ini banyak memakan korban, seperti ratusan petugas yang mati dan berbagai kasus kecelakaan lainnya. Gabungan kondisi psikologis persaingan yang agresif dan pandemi yang semakin meluas, maka jangan berharap rakyat yang waras akan menjemput pendemi yang terkendali dan selesai dalam waktu dekat," tulis LP3ES.
"Pilkada adalah kegiatan super agresif. Ini tidak disadari oleh pemerintah dan terus dengan otoritasnya yang semakin menumpuk berdasarkan undang-undang darurat terus memaksakan kehendak. Perkembangan Covid-19 masih tinggi tetapi tetap dipaksakan. Pilkada akan meningkatkan perkembangan kasus Covid-19 ini."
Kelima, LP3ES menyoroti pemerintah yang telah kehilangan momentum mengendalikan pandemi Covid-19. Golden time pada Maret hingga Mei hilang lantaran pemerintah terus mengelak, bersikap anti sains, komunikasi yang buruk sehingga tidak bisa mengendalikannya.
"Semestinya mengobati pandemi pada kesempatan kedua, meskipun diperlukan usaha dan sumber daya yang lebih berat. Tetapi pada kesempatan ini justru membuat keadaan semakin parah dengan menggelar pilkada, yang sulit terkendali," tulis LP3ES.
LP3ES kemudian membandingkan dengan negara-negara tetanggal macam Singapura hingga Vietnam yang sudah mengalami kurva melandai. Sementara Indonesia justru menunjukkan tren peningkatan penderita Covid-19. LP3ES menyatakan fakta-fakta itu seharusnya menjadi peringatan yang nyata dan teguran yang keras bahwa kinerja pemerintah masih sangat buruk dalam melawan pandemi Covid-19.
"Ia mestinya menerbitkan kesadaran dan diikuti tindakan nyata untuk berusaha mengatasi pandemi dengan lebih keras lagi. Memaksakan pilkada di masa seperti ini menunjukkan absennya kesadaran itu, ibarat ungkapan "memiliki mata tapi tak melihat, memiliki telinga tapi tak mendengar, memiliki hati tapi tak merasa."," tulis LP3ES.
"Dalam keadaan seperti ini, segenap elemen masyarakat sipil dan media perlu bersama-sama bergandengan tangan melakukan konsolidasi memberikan peringatan untuk menyadarkan pemerintah."
(miq/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pemerintah Sepakati Pemilu 2024 Digelar 28 Februari 2024