
Orang Takut Beli Properti Rp 500 Juta karena Wajib Dilaporkan

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketentuan lama mengenai pelaporan asal-usul dana dalam setiap transaksi di atas Rp 500 juta membuat pengembang properti masih keberatan. Mereka keberatan saat pandemi covid-15 ini penjualan lesu diperparah dengan adanya ketentuan yang sudah ada sejak 2010 lalu ini.
Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia (REI) Totok Lusida menilai kondisi ini seharusnya bisa diatasi dengan regulasi yang mendukung. Ia melihat banyak masyarakat memiliki ketertarikan untuk membeli atau berinvestasi dalam properti, sayangnya itu tidak terjadi karena khawatir terkena kasus pelaporan pajak. Ia mendorong pemerintah perlu cepat turun tangan dengan memberi regulasi yang pas.
"Bukan tax amnesty, tapi sunset policy. Karena tax amnesty membuat masyarakat ragu. Karena berlakunya begitu mutlak, ini bener apa nggak, nanti bohong-bohongan. Jadi sudah lah suruh lapor pajak, misal uang dari korupsi ya kena lho. Tapi jika bukan uang korupsi pake lah, seperti hasil usaha selama ini, harta warisan namun belum dilapor pajak, dan itu banyak," kata Totok kepada CNBC Indonesia, Senin (7/9).
Potensi itu sangat besar dan menyebar di seluruh Indonesia, yakni masyarakat yang memiliki kelebihan dana, namun justru tidak berani diinvestasikan. Sehingga lebih banyak yang ditaruh di 'bawah bantal' atau disimpan.
"Itu harta karun potensial dari masyarakat Indonesia yang bisa berputar, jika digunakan untuk sektor riil seperti properti atau mikro, kan berputar perekonomian," sebutnya.
Adanya dana tambahan bisa membuat pertumbuhan ekonomi merangkak naik. Sehingga serapan anggaran dari pemerintah bukan menjadi satu-satunya harapan yang bisa diandalkan. Totok pun berharap adanya keringanan regulasi agar perputaran uang bisa dibangkitkan kembali
"Saya sudah lapor ke beberapa Kementerian, nah mereka minta highlight, yang pokok mana, ini saya laporkan sebagai kendala di lapangan," jelasnya.
Ketentuan pengembang wajib lapor tujuannya untuk menghindari pencucian uang. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Dengan adanya aturan ini, maka masyarakat maupun pengusaha diarahkan agar taat pajak dengan melaporkannya secara langsung.
Dalam ketentuan pasal 17 UU tersebut, perusahaan properti/agen properti masuk dalam kategori pihak wajib melakukan pelaporan untuk transaksi di atas Rp 500 juta. Pasal 27 menegaskan (1) Penyedia barang dan/atau jasa lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b wajib menyampaikan laporan Transaksi yang dilakukan oleh Pengguna Jasa dengan mata uang rupiah dan/atau mata uang asing yang nilainya paling sedikit atau setara dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) kepada PPATK.
(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Transaksi Properti Rp 500 Juta Wajib Lapor, Penjualan Ambruk