
Proyek Smelter Tak Capai Target, Freeport Lolos dari Sanksi?

Jakarta, CNBC Indonesia - Kemajuan proyek fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) baru PT Freeport Indonesia hingga Juli baru mencapai 5,86% dari target seharusnya 10,5%.
Wakil Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Jenpino Ngabdi mengatakan belum tercapainya target tersebut karena terkendala adanya pandemi Covid-19 yang menghambat finalisasi penghitungan biaya dan waktu penyelesaian pembangunan oleh kontraktor Engineering, Procurement and Construction (EPC). Sementara pekerjaan yang sudah diselesaikan adalah uji kelayakan (Feasibility Study/ FS) dan desain akhir teknis (Front End Engineering Design/ FEED).
Hal itu disampaikan Jenpino saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR RI pekan lalu, Kamis (27/08/2020),
Namun demikian, berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No.154 K/30/ MEM/2019 tentang Pedoman Pengenaan Denda Administratif Keterlambatan Pembangunan Fasilitas Pemurnian, pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi Mineral Logam, dan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan atau pemurnian yang melakukan penjualan produk pertambangan hasil pengolahan dan mineral logam dengan kriteria tertentu ke luar negeri, wajib memenuhi persentase kemajuan fisik pembangunan fasilitas pemurnian paling sedikit 90% dari rencana kemajuan fisik pembangunan fasilitas pemurnian setiap enam bulan berdasarkan laporan hasil verifikasi kemajuan fisik dari verifikator independen.
Bila persentase kemajuan fisik pembangunan fasilitas pemurnian tidak mencapai paling sedikit 90% dari rencana sebagaimana telah disebutkan di atas, maka Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara menerbitkan rekomendasi penghentian sementara persetujuan ekspor pemegang IUPK Operasi Produksi Mineral Logam, IUP Operasi Produksi Mineral Logam, dan IUP Operasi Produksi Khusus untuk pengolahan dan atau pemurnian kepada Direktur Jenderal yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan luar negeri.
Selain itu, pemegang IUPK Operasi Produksi Mineral Logam, IUP Operasi Produksi Mineral Logam, dan IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan atau pemurnian wajib membayar denda administratif sebesar 20% dari nilai kumulatif penjualan mineral ke luar negeri selama enam bulan terakhir.
Sayangnya, dalam regulasi ini tidak disebutkan bila terdapat kasus luar biasa seperti adanya pandemi saat ini, apakah Keputusan Menteri ini tetap berlaku atau tidak.
Saat dikonfirmasikan kepada Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Ridwan Djamaluddin, dia menuturkan sejauh ini tidak ada sanksi bagi Freeport karena tidak memenuhi target kemajuan proyek smelter ini.
"Tidak ada (sanksi)," ujarnya saat ditemui wartawan usai Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR RI, Kamis (03/09/2020).
Namun demikian, lanjutnya, pihaknya akan mengkaji lebih lanjut terkait hal ini.
"Nanti saya lihat lagi. Tapi intinya, dari target 10%, sudah tercapai 5,86%," tuturnya.
Kendati demikian, dalam Keputusan Menteri yang ditetapkan Ignasius Jonan pada 26 Agustus 2019 ini juga disebutkan pada poin ketujuh bahwa untuk pengolahan dan atau pemurnian tidak mencapai persentase kemajuan fisik pembangunan smelter paling sedikit 90%, maka pemegang IUPK atau IUP wajib menempatkan jaminan kesungguhan pembangunan fasilitas pemurnian sebesar 5% dari volume produk pertambangan yang dijual ke luar negeri dalam setiap pengapalan dikalikan Harga Patokan Ekspor (HPE).
Jaminan kesungguhan pembangunan fasilitas smelter itu ditempatkan pada Bank Pemerintah atas nama Dirjen Minerba qq pemegang IUPK atau IUP berupa rekening deposito berjangka sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan disetor di muka sebelum produk pertambangan yang dijual ke luar negeri berada di atas moda pengangkutan.
Namun jaminan kesungguhan tersebut hanya dapat dicairkan bila persentase kemajuan fisik pembangunan smelter telah mencapai paling sedikit 75% dari seluruh rencana pembangunan smelter yang telah diverifikasi oleh verifikator.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Freeport Mohon Penundaan Smelter Jadi 2024, DPR Setuju?