
Sunyi Senyap, Duo China-Rusia Bikin Kapal Selam 'Misterius'

Jakarta, CNBC Indonesia - Negara-negara maju seperti Amerika Serikat (AS), Rusia, dan China, terus mengembangkan industri kapal selam mereka. Selain kapal selam selam nuklir, kapal selam selam non-nuklir juga menjadi opsi yang dipilih negara-negara itu, terutama Rusia dan China.
Dalam sebuah artikel bertajuk "China And Russia In Mysterious New Submarine Project" yang ditulis kontributor Forbes, HI Sutton, rencana Rusia dan China mengembangkan kapal selam serang non-nuklir dibahas. Secara sederhana, kapal selam serang non-nuklir memiliki keunggulan dibandingkan kapal selam nuklir antara lain lebih murah dan bisa diekspor ke negara-negara lain.
"Saat ini, Rusia dan China sedang mengembangkan generasi baru kapal selam serang non-nuklir. Tapi apa tepatnya itu atau mengapa, masih menjadi misteri," tulis Sutton seperti dikutip CNBC Indonesia, Rabu (2/9/2020).
Menurut kantor berita negara Rusia RIA Novosti, Rusia dan China sedang berkolaborasi dalam desain kapal selam serang non-nuklir. Proyek ini dikoordinasikan oleh Layanan Federal Rusia untuk Kerja Sama Teknik Militer.
Rusia memiliki tradisi panjang dan membanggakan ihwal membangun kapal selam. Sudah banyak kapal selam terkuat dan terbesar dunia dibuat oleh Negeri Beruang Merah. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika teknologi kapal selam Rusia dipandang jauh di depan China.
Rusia pun telah membantu Cina dalam mengembangkan industri kapal selam. Baru-baru ini, Rusia memasok kapal selam serang diesel-listrik kelas Kilo kepada China.
"Tetapi China telah menempuh cara sendiri dengan desain kapal selam dan memiliki kemampuan untuk membangun kapal selam dengan kategori apapun. Dan meski masih ada kategori kapal selam di mana Rusia jelas unggul, tapi untuk bidang kapal selam serang non-nuklir masih belum jelas. Tentu saja kemampuan China di bidang ini tidak boleh diremehkan," tulis Sutton.
Salah satu area krusial di mana China unggul ketimbang Rusia adalah tenaga penggerak (propulsion). China sedang membangun kapal selam dengan tenaga penggerak Air Independent Power (AIP). Sementara Rusia masih berusaha menggunakan teknologi tersebut.
Kapal selam Rusia kelas Lada saat ini diharapkan memiliki AIP, namun belum dipasang. Mengingat kehebatan Rusia dalam desain dan konstruksi kapal selam, masalahnya mungkin lebih pada investasi daripada teknik. Di titik ini, China unggul dalam aspek AIP.
Bagaimana dengan baterai? Kapal selam sekarang telah beralih menggunakan baterai lithium-ion. Kapal selam yang menggunakan baterai lithium-ion pertama di dunia adalah Jepang. Disusul Korea Selatan dan Italia. China juga dikabarkan akan mengadopsi teknologi ini sehingga tidak tertutup kemungkinan China berada di depan Rusia.
"Jadi, apakah perannya terbalik, dan mungkinkan Rusia yang pada dasarnya ingin membeli kapal selam serang non-nuklir China? Menggabungkan teknologi bagian lambung kapal satu negara dengan sistem Angkatan Laut mana pun.
Sutton lantas menganalisis, kapal selam baru itu tidak ditujukan untuk angkatan laut domestik dan salah satu negara. Sebab, keduanya bersaing di pasar internasional, terutama dengan kapal selam serang konvensional. China mendapatkan pangsa pasar yang lebih besar dengan penjualan ke Thailand, Bangladesh, dan Pakistan.
Sementara Rusia terus memesan lebih banyak desain kapal selam serang non-nuklir yang ada. Sebuah pesanan baru saja ditandatangani untuk pembangunan kapal selam kelas Lada serta kapal selam kelas Kilo.
"Jadi prospek kapal selam serang non-nuklir gabungan Rusia dan China saat ini menimbulkan lebih banyak pertanyaan alih-alih jawaban. Dan seperti kebanyakan proyek alutsista yang dilaporkan media pemerintah Rusia, hal itu mungkin tidak akan menghasilkan apa-apa pada akhirnya. Seperti 'perang' kapal selam itu sendiri sebab menemukan informasi tentang kapal selam baru sering kali merupakan sesuatu yang sering ditunggu," tulis Sutton.
(miq/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sengit! Kapal Perang Rusia Kejar Kapal Selam Amerika Serikat