
Melihat Fakta Covid-19 RI yang Buat Kepala Pusing 7 Keliling

Di awal-awal kenaikan kasus terjadi awal April lalu, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) mulai diinisiasi di DKI Jakarta. Tepatnya pada 10 April 2020. PSBB juga diikuti oleh daerah-daerah lainnya di berbagai penjuru negeri.
Namun sejak pemerintah provinsi DKI Jakarta menerapkan masa PSBB transisi pada awal Juni, kasus Covid-19 malah melonjak. Hal ini diakibatkan oleh kenaikan mobilitas publik akibat relaksasi PSBB.
Berbagai indikator yang mengukur tingkat pergerakan masa di Indonesia mengkonfirmasi hal tersebut. Riset Citi misalnya, mengacu pada Social Distancing Idex (SDI) buatannya, tampak bahwa masyarakat Tanah Air mulai tak konsisten dalam menjaga jaraknya, bahkan tingkat social distancing-nya pun cenderung turun.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), perubahan mobilitas penduduk juga mulai terlihat di bulan Juni dan semakin tinggi di bulan Juli. Jumlah masyarakat yang berdiam diri di rumah semakin sedikit, sementara pergi ke pusat perbelanjaan hingga kantor mulai naik seiring dibukanya berbagai fasilitas publik di bulan tersebut.
Perubahan mobilitas penduduk ini sejatinya menunjukkan bahwa ekonomi kembali bergeliat. Namun sayangnya reopening secara bertahap ini juga dibarengi dengan peningkatan kasus baru yang semakin banyak.
Di sisi lain, peningkatan jumlah orang yang dites Covid-19 juga jadi faktor pemicu naiknya kasus. Berdasarkan data Badan Nasional Penganggulangan Bencana (BNPB) jumlah orang yang dites menggunakan RT-PCR swab tes dan tes cepat molekuler (TCM) sudah mencapai angka 20 ribu per harinya.
Spesimen baik dari sampel swab hidung (nasofaring) dan oral (orofaring) juga semakin bertambah sebagai konsekuensi atas lonjakan jumlah orang yang dites. Hingga 31 Agustus kemarin, ada 0,06 per 1.000 orang yang dites Covid-19, naik dari awal Agustus yang hanya berjumlah 0,05 per 1.000 orang.
Meskipun ada kenaikan tes Covid-19, tetapi angka tersebut masih di bawah harapan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi). RI-1 menghendaki jumlah tes per hari mencapai 30 ribu orang. Sementara Ikatan Dokter Indonesia (IDI) merekomendasikan tes digenjot ke angka 50 ribu orang per hari per satu juta penduduk.
Tes memang jadi kunci utama untuk mengetahui seberapa banyak kasus Covid-19 yang ada di suatu negara. Tidak ada patokan pasti terkait berapa jumlah sampel atau spesimen yang harus diuji setiap harinya.
Penetapan jumlah sampel uji tentunya juga harus mempertimbangkan berbagai faktor seperti prevalensi, ketersediaan fasilitas dan juga budget. Namun yang jelas semakin banyak tes yang dilakukan maka akan semakin baik dalam memberikan gambaran tentang seberapa banyak orang terjangkit Covid-19.
(twg)