Melihat Fakta Covid-19 RI yang Buat Kepala Pusing 7 Keliling

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
01 September 2020 06:04
Swab Test di Pasar Tasik (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Swab Test di Pasar Tasik (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Lima bulan telah berlalu dan wabah Covid-19 masih terus merebak di Tanah Air. Namun sedihnya, berbagai indikator epidemiologi Covid-19 di dalam negeri belum menunjukkan adanya perbaikan yang 'ciamik'.

Indonesia kini menempati posisi kedua dengan kasus Covid-19 terbanyak di Asia Tenggara setelah Filipina. Hingga 31 Agustus 2020 total penderita Covid-19 kumulatif di RI mencapai 174.796 orang. 

Dilihat dari angka kesembuhan memang bertambah banyak. Sampai kemarin, total ada 125.959 orang dinyatakan sembuh (recovery rate : 72,1%) atau bertambah 1.774 orang dalam sehari. Kasus kematian bertambah sebanyak 74 orang menjadi 7.417 orang (mortality rate : 4,2%) sejak kasus pertama dilaporkan awal Maret lalu. 

Dengan begitu total kasus aktif di Indonesia ada 41.420 orang (active rate : 23,7%). Angka ini masih lebih baik dari Filipina dan Vietnam yang masing-masing berada di 27% dan 29%.

Namun jika dilihat secara keseluruhan dan dibandingkan dengan negara-negara tetangga di kawasan Asia Tenggara, data-data tersebut masih belum bisa dibanggakan. Mengingat secara jumlah kasus kumulatif RI diperingkat dua, tingkat kematian berada di peringkat pertama dan tingkat kasus aktif di peringkat ketiga.

Kurva tambahan kasus per hari Indonesia juga belum melengkung ke bawah. Boro-boro melengkung, mendatar saja belum. Kasus baru masih bertambah setiap harinya secara fluktuatif dengan tren meningkat. Memang tak sebanyak Filipina, tetapi jika trennya terus meningkat maka ini akan jadi hal yang mengkhawatirkan tentunya.

Dalam sepekan terakhir, rata-rata jumlah kasus baru yang dilaporkan naik 32% dibanding pekan lalu menjadi 2.645 kasus/hari. Padahal rata-rata kasus per hari pada pekan sebelumnya hanya berada di angka 1.998 kasus.

Jika sebelumnya Indonesia mulai terbiasa dengan tambahan 2.000 kasus baru per hari, kini angkanya meningkat. Tengok saja tambahan kasus baru pada 29-30 Agustus 2020 yang sudah berada di atas 3.000 kasus per hari. Rekor tambahan kasus baru tertinggi selama ini tercatat pada 30 Agustus 2020 dengan tambahan 3.308 kasus/hari.

Wabah Covid-19 masih terkonsentrasi di Pulau Jawa dengan total kontribusi ke kasus total nasional mencapai 58,8%. DKI Jakarta, Jawa Timur dan Jawa Tengah menjadi tiga provinsi dengan jumlah kasus Covid-19 kumulatif terbanyak.

Di awal-awal kenaikan kasus terjadi awal April lalu, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) mulai diinisiasi di DKI Jakarta. Tepatnya pada 10 April 2020. PSBB juga diikuti oleh daerah-daerah lainnya di berbagai penjuru negeri.

Namun sejak pemerintah provinsi DKI Jakarta menerapkan masa PSBB transisi pada awal Juni, kasus Covid-19 malah melonjak. Hal ini diakibatkan oleh kenaikan mobilitas publik akibat relaksasi PSBB.

Berbagai indikator yang mengukur tingkat pergerakan masa di Indonesia mengkonfirmasi hal tersebut. Riset Citi misalnya, mengacu pada Social Distancing Idex (SDI) buatannya, tampak bahwa masyarakat Tanah Air mulai tak konsisten dalam menjaga jaraknya, bahkan tingkat social distancing-nya pun cenderung turun.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), perubahan mobilitas penduduk juga mulai terlihat di bulan Juni dan semakin tinggi di bulan Juli. Jumlah masyarakat yang berdiam diri di rumah semakin sedikit, sementara pergi ke pusat perbelanjaan hingga kantor mulai naik seiring dibukanya berbagai fasilitas publik di bulan tersebut.

Perubahan mobilitas penduduk ini sejatinya menunjukkan bahwa ekonomi kembali bergeliat. Namun sayangnya reopening secara bertahap ini juga dibarengi dengan peningkatan kasus baru yang semakin banyak. 

Di sisi lain, peningkatan jumlah orang yang dites Covid-19 juga jadi faktor pemicu naiknya kasus. Berdasarkan data Badan Nasional Penganggulangan Bencana (BNPB) jumlah orang yang dites menggunakan RT-PCR swab tes dan tes cepat molekuler (TCM) sudah mencapai angka 20 ribu per harinya. 

Spesimen baik dari sampel swab hidung (nasofaring) dan oral (orofaring) juga semakin bertambah sebagai konsekuensi atas lonjakan jumlah orang yang dites. Hingga 31 Agustus kemarin, ada 0,06 per 1.000 orang yang dites Covid-19, naik dari awal Agustus yang hanya berjumlah 0,05 per 1.000 orang.

Meskipun ada kenaikan tes Covid-19, tetapi angka tersebut masih di bawah harapan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi). RI-1 menghendaki jumlah tes per hari mencapai 30 ribu orang. Sementara Ikatan Dokter Indonesia (IDI) merekomendasikan tes digenjot ke angka 50 ribu orang per hari per satu juta penduduk.

Tes memang jadi kunci utama untuk mengetahui seberapa banyak kasus Covid-19 yang ada di suatu negara. Tidak ada patokan pasti terkait berapa jumlah sampel atau spesimen yang harus diuji setiap harinya.

Penetapan jumlah sampel uji tentunya juga harus mempertimbangkan berbagai faktor seperti prevalensi, ketersediaan fasilitas dan juga budget. Namun yang jelas semakin banyak tes yang dilakukan maka akan semakin baik dalam memberikan gambaran tentang seberapa banyak orang terjangkit Covid-19.

Saat ini ibu pertiwi memang sedang mengalami dilema. Antara ekonomi atau kesehatan masyarakat. Belum ada vaksin penangkal yang ampuh untuk melawan virus corona. Kandidat vaksin kian banyak, tetapi masih harus melewati serangkaian uji klinis untuk membuktikan efektivitas dan keamanan vaksin tersebut.

Sementara itu, berbagai jenis obat juga terus diteliti dan diuji untuk membantu menyembuhkan pasien Covid-19, mulai dari obat generik anti-inflamasi seperti Dexamethason, obat radang sendi berupa antibodi monoklonal Tocilizumab hingga plasma darah pasien sembuh Covid-19 (plasma konvalesen).

Fokus yang harus dilakukan sekarang tentunya adalah menekan jumlah pertambahan kasus baru (flattening the curve), serta menyembuhkan yang sakit. Jangan sampai kenaikan kasus baru melampaui jumlah orang yang sembuh seperti baru-baru ini.

Jika hal ini yang terjadi, maka tingkat kasus aktif bisa kembali melesat. Tentu jika hal ini terjadi dampaknya akan sangat terasa di sektor kesehatan masyarakat mengingat kapasitas rumah sakit dan juga ketersediaan tenaga medis di Indonesia yang terbatas jika dibandingkan dengan negara lainnya.

Tingkat reproduksi (Rt) virus di 22 dari 34 provinsi di Tanah Air masih berada di atas 1. Artinya satu orang yang positif Covid-19 bisa menularkan ke satu orang lain. Masalah muncul ketika orang yang positif itu tidak terdeteksi alias menyandang status orang tanpa gejala (OTG).

OTG seolah memberikan gambaran tentang seperti apa fenomena gunung es Covid-19 di Tanah Air. Fakta yang lebih mengerikan lagi adalah virus corona untuk strain D614G yang terkenal memiliki laju mutasi yang tinggi juga ditemukan. 

Mutan-mutan tersebut saat ini dilaporkan sudah ditemukan di 5 kota besar RI seperti DKI Jakarta, Tangerang, Yogyakarta, Bandung hingga Surabaya.

Melihat semua realita ini, kita patut was-was. Terkait seberapa lama pandemi ini akan merebak di Bumi Pertiwi tentu tak ada yang tahu pasti. Hanya saja fokus pada apa yang bisa dikontrol adalah poin utamanya.

Kuncinya ada tiga. Pertama adala testing, testing, testing. Kedua lakukan surveilansi atau contact tracing kemudian segera isolasi setelah ditemukan. Terakhir adalah galakkan protokol kesehatan dan jaga jarak aman. Mari kembali mendisiplinkan diri!

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular