Arifin Tasrif Curhat Dulu Pupuk Susah Dapat Jaminan Gas

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
31 August 2020 13:13
Menteri ESDM Arifin Tasrif (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Menteri ESDM Arifin Tasrif (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif yang pernah menjabat sebagai Direktur Utama PT Pupuk Indonesia pada 2010-2015 menuturkan pengalamannya saat memimpin Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pupuk itu. Dia menceritakan betapa susahnya mendapatkan jaminan pasokan gas untuk pabrik pupuk saat itu.

Menurutnya, kepastian pasokan gas untuk pabrik pupuk hanya bisa untuk periode dua sampai tiga tahun. Beda dengan kondisi sekarang di mana pabrik pupuk bisa memperoleh kepastian pasokan hingga 10 tahun. Menurutnya, butuh sinergi khususnya antar-BUMN agar ada kepastian alokasi gas ini.

"Dulu-dulu keberadaan suplai gas untuk pabrik (pupuk) hanya per 2 tahun, per 3 tahun, sangat memprihatinkan. Saat ini paling tidak 10 tahun ke depan sudah ada jaminan untuk bisa berproduksi. Harus ada saling memahami dan bersinergi apalagi sesama BUMN," ungkapnya saat menyaksikan Penandatangan Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG) PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) dengan PT Pupuk Kujang secara virtual, pada Senin, (31/08/2020).

Dia pun mengatakan, agar ada kepastian alokasi gas, dibutuhkan koordinasi yang baik untuk menentukan prioritas kebutuhan gas setiap industri di dalam negeri, seperti PGN harus berupaya mengoptimalkan interkoneksi perpipaan dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) pun berupaya keras untuk bisa mewujudkan target produksi minyak 1 juta barel per hari (bph) dan 12.000 juta kaki kubik gas per hari (MMSCFD) pada 2030 mendatang.

Arifin mengatakan antara suplai dan pembangunan infrastruktur harus berjalan dengan koordinasi intens, sehingga program bisa berjalan sesuai dengan target waktunya. Hilirisasi gas pun menurutnya sangat penting saat ini, terutama dengan kebutuhan yang akan terus meningkat.

"Gas ini sangat vital, bisa dijadikan (bahan baku) berbagai macam produk seperti methanol, DME. Kita perlu koordinasi rencana pengembangan industri kimia ini berbasis gas ke depan," pintanya.

Hal tak kalah penting menurutnya adalah nilai tambah dan juga efisiensi. Jangan sampai gas menjadi komoditas yang memberikan tekanan pada industri nasional.

"Keuntungan korporasi sangat penting, tapi juga ada kepentingan yang lebih besar. Kita harus bisa bersaing dengan produk dari luar negeri," tuturnya.

Dia mengakui masih banyak hal yang perlu dibenahi agar industri di dalam negeri menjadi lebih kompetitif terutama dibandingkan dengan negara tetangga di Asia Tenggara seperti Malaysia, salah satunya dengan membuat harga gas sebagai bahan baku industri lebih murah.

"Kita kalah dengan Malaysia, menang dari Vietnam. Masih banyak yang harus disempurnakan, bukan hanya harga gas saja, tapi gas ini menjadi salah komponen yang harus diperhatikan," jelasnya.

Lebih lanjut Arifin mengatakan, ke depan akan terjadi perubahan sumber gas dari wilayah Indonesia bagian Barat ke Indonesia bagian Timur. Sementara populasi dan industri banyak di wilayah Barat. Dengan demikian, menurutnya ini perlu menjadi perhatian berbagai pihak agar bagaimana menemukan sumber gas baru di wilayah Barat.

"Kemudian kembangkan wilayah Timur, kembangkan industri di wilayah Timur, ini menjadi pemikiran kita bersama," tuturnya.

Dia mengatakan, alokasi gas untuk domestik terus meningkat tiap tahunnya. Pada 2019 alokasi gas untuk domestik sebesar 64,9% dan akan terus ditingkatkan menjadi 68% pada 2024. Peningkatan kebutuhan gas domestik ini menurutnya terutama ditunjang dari sektor pembangkit listrik dan industri.
(*)


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Menteri ESDM: RI Mau Tiru Mesir Temukan Cadangan Gas Raksasa

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular