
PNBP Sektor Energi Diklaim Capai 73,71%, Beneran Nih?

Jakarta, CNBC Indonesia - Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sampai Juli 2020 mencapai Rp 66,87 triliun atau sebesar 73,71% dari target tahun ini sebesar Rp 90,72 triliun.
Hal itu disampaikan Menteri ESDM Arifin Tasrif dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, Rabu (26/08/2020). Dia menjelaskan, kontribusi tertinggi dari capaian tersebut masih berasal dari sektor minyak dan gas bumi (migas) yakni sebesar Rp 45,35 triliun, lalu disusul sektor mineral dan batu bara (minerba) Rp 19,61 triliun.
Lalu sektor Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) sebesar Rp 0,75 triliun, dan lainnya sebesar Rp 1,16 triliun. Penerimaan lainnya itu mencakup iuran badan usaha hilir migas, baik BBM dan gas pipa, Domestic Market Obligation (DMO), dan lainnya.
Meski capaian PNBP hingga Juli 2020 ini mencapai 73,71% dari target, namun target PNBP pada 2020 ini jauh di bawah realisasi dari 2019 yang mencapai Rp 180,56 triliun, di mana sektor migas saja berkontribusi hingga Rp 120,41 triliun. Lalu, sektor minerba menyumbang Rp 44,93 triliun, EBTKE Rp 1,93 triliun dan lainnya Rp 13,29 triliun.
Di sisi lain, dia menyebutkan realisasi PNBP dari Kementerian ESDM hingga Juli mencapai Rp 20,65 triliun atau 62,43% dari target tahun ini Rp 33,07 triliun. Target tahun ini pun menurun dibandingkan 2019 yang mencapai Rp 51,61 triliun. Dia mengatakan, capaian PNBP pada 2019 ini melebihi dari target yang ditetapkan sebesar Rp 44,82 triliun.
Meski PNBP 2019 melebihi target, namun ada beberapa temuan pemeriksaan atas Sektor ESDM pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2019 oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Temuan tersebut antara lain:
1. Proses Penyertaan Modal Negara (PMN) atas Pengembalian Aset Bantuan Pemerintah yang Belum Ditetapkan Statusnya (BPYBDS) jaringan gas (Jargas) dan SPBG dari PT Pertamina (Persero) kepada Kementerian ESDM sebesar Rp 3,68 triliun berlarut-larut.
2. Pengendalian atas pencatatan aset kontraktor kontrak kerjasama (KKKS) belum memadai.
3. Kewajiban pemerintah kepada PT Pertamina (Persero) atas fee penjualan migas bagian negara belum bisa diukur dengan andal.
4. Kebijakan penyelesaian kompensasi bahan bakar minyak dan listrik belum didukung dengan mekanisme penganggaran yang memadai.
Anggota Komisi VII DPR Kardaya Warnika pun menanggapi soal temuan-temuan ini. Ia meminta dengan adanya sejumlah temuan dari BPK yang belum ditindaklanjuti agar bisa ditindaklanjuti.
"Mohon dilaporkan clear, ini sesuatu yang penting. Ini salah satu tugas penting DPR. Didetailkan kenapa tidak bisa dilakukan ini dan kapan akan dilakukanya," tuturnya.
Tanggapan juga diberikan oleh Wakil Ketua Komisi VII Eddy Suparno. Terkait temuan atas kewajiban pemerintah terhadap fee penjualan migas bagian negara, dia pun mempertanyakan kapan Keputusan Menteri akan dibuat sebagai dasar fee ini.
"Kapan Kepmen ini bisa direalisasi agar kompensasi bisa dibayarkan karena pengaruhi cash flow (arus kas) Pertamina," jelasnya. (*)
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ada Covid, Penerimaan Negara Bukan Pajak Minerba Capai Rp28 T