Regulasi Pengendalian Emisi PLTU Diklaim Buat Subsidi Bengkak

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
25 August 2020 18:59
Sutet 500 kV Balaraja-Kembangan ,Proyek Prioritas untuk Keandalan Listrik Jawa – Bali. (Dok.PLN)
Foto: Sutet 500 kV Balaraja-Kembangan ,Proyek Prioritas untuk Keandalan Listrik Jawa – Bali. (Dok.PLN)

Jakarta, CNBC Indonesia - Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.P.15 Tahun 2019 tentang Baku Mutu Emisi Pembangkit Listrik Tenaga Termal diperkirakan bakal membuat subsidi bengkak sampai Rp 10,7 triliun per tahun.

Direktur Utama PT PLN (Persero) Zulkifli Zaini mengatakan meningkatnya subsidi tersebut karena peraturan ini akan berdampak pada perubahan peralatan pada PLTU yang sedang dalam proses pembangunan maupun yang sudah dibangun. Pasalnya, baku mutu yang digunakan untuk pembangkit termal yang sudah dan sedang proses dibangun ini masih menggunakan regulasi sebelumnya yakni Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.21 Tahun 2008.

"Peraturan ini berdampak pada PLTU, baik sedang dalam tahap pembangunan dan power purchase agreement (PPA) yang sudah ditandatangani sebelum peraturan ini diundangkan," papar Zulkifli dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, Selasa, (25/08/2020).

Dia menjelaskan, peraturan baru ini menyebabkan peningkatan biaya karena terdapat beberapa unit yang perlu dilengkapi dengan alat pengendali emisi pada pembangkit yang sudah ada. Pemasangan alat ini berdampak pada peningkatan biaya pokok penyediaan (BPP) menjadi Rp 104 per kWh. Jika ditarik ke subsidi, maka menurutnya akan terjadi pembengkakan sampai Rp 10,7 triliun setiap tahunnya.

"Pemasangan alat pengendali emisi akan berdampak pada peningkatan BPP Rp 104 per kWh yang menyebabkan subsidi listrik naik Rp 10,7 triliun setiap tahun," jelasnya.

Terkait aturan ini Zulkifli berharap agar regulasi ini tidak berlaku surut, dan ditekankan untuk pembangkit yang baru saja. Dia pun berharap agar pembangkit lama tetap bisa menggunakan aturan lama.

"Pembangkit lama diharapkan masih bisa menggunakan peraturan lama No. 21 Tahun 2008, jadi masa transisi soft, daripada ini menaikkan BPP Rp 104 per kWh, akhirnya masuk ke APBN. Jadi mungkin ini usul kami terkait dengan hal tersebut," jelasnya.

Namun demikian menurutnya perseroan tetap melakukan beberapa upaya untuk mengendalikan emisi antara lain dengan pengendalian kadar sulfur batu bara pembakaran, pengendalian bahan bakar pada pembangkit termal, penggunaan teknologi rendah karbon. Lalu, pemasangan continuous emission monitoring system (CEMS), Co-Firing, pengembangan energi baru terbarukan (EBT), dan pemasangan pengendali emisi.

"Co-Firing di 9 PLTU dan akan diuji coba di PLTU lainnya," tuturnya.

Ia menyebut PLN telah menjalin koordinasi intens dengan KLHK sehingga dimungkinkan transisi pemenuhan Peraturan Menteri LHK No. P.15 Tahun 2019 berdasarkan road map pengendali emisi dalam rentang 10 tahun.

"PLN cari keseimbangan terbaik jalankan baku mutu emisi. Komitmen perusahaan untuk menciptakan lingkungan yang lestari semaksimal mungkin dan mengurangi BPP listrik yang akan jadi bebani keuangan negara," tuturnya. (*)


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Intip Potret Ruko Kota Bekasi Saat 'Diserang' Mati Lampu

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular