Internasional

Terungkap! Emas Hitam Biang Kerok Panas Laut China Selatan

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
25 August 2020 14:43
Cover Fokus, dalam, panjang, 1100x429,  laut china selatan
Foto: Cover Topik/Laut China Selatan/Edward Ricardo

Jakarta, CNBC Indonesia - Klaim sepihak China atas wilayah Laut China Selatan berbuntut merugikan beberapa negara yang melakukan pengeboran minyak serta gas di perairan tersebut. Belum lama ini, klaim China disebut akan mengganggu pengeboran minyak Petronas.

Pasalnya, ditulis Energi Voice, lokasi pengeboran terbaru BUMN migas Malaysia itu berada di wilayah sengketa dengan China. Petronas diketahui melakukan pengeboran selama 68 hari di Blok SK 316, yang masuk dalam klaim sembilan garis putus-putus (nine-dash line) pemerintah China.



Sebelumnya operasi hulu Malaysia telah mengalami tekanan selama empat bulan terakhir. Kapal-kapal China, disebut media itu, intensif melakukan aktivitas di wilayah eksplorasi Malaysia pasca-Negeri Jiran mengajukan klaim landas kontinen pada Desember 2019.

China menentang langkah itu dengan alasan menantang China di Laut China Selatan. Pada awal 2020, kapal China dikabarkan membuntuti kapal milik Petronas yang menyebabkan perselisihan dengan kapal survei China di perairan tersebut.



Tak hanya Malaysia, beberapa waktu lalu, Vietnam juga mengalami hal yang sama. Apesnya, negara ini dikabarkan harus mengeluarkan uang pengganti yang tidak sedikit karena pembatalan kontrak.

Menurut laporan dari Asia Times, setelah mendapat tekanan dari China, Vietnam harus membayar kompensasi sebesar US$ 1 miliar (Rp 14,6 triliun, asumsi Rp 14.621/US$) kepada dua perusahaan minyak internasional karena membatalkan kontrak mereka di perairan tersebut.



Sebagaimana ditulis oleh The Diplomat, perusahaan energi milik negara Vietnam PetroVietnam akan membayar uang kepada perusahaan Repsol Spanyol dan Mubadala dari Uni Emirat Arab sebagai "kompensasi". Keputusan tersebut merupakan harga yang mahal bagi Vietnam.

Sebuah sumber industri minyak regional mengatakan Vietnam membayar US$ 800 juta kepada Repsol dan Mubadala untuk hak-hak mereka di blok-blok itu. Termasuk US$ 200 juta sebagai kompensasi untuk semua investasi yang telah mereka lakukan dalam proses eksplorasi dan pengembangan.



Dalam sebuah pernyataan, juru bicara Repsol tidak mau mengkonfirmasi atau menyangkal. Namun media itu menulis, para eksekutif Repsol diberi tahu bahwa ini adalah keputusan politik, diperintahkan menyusul tekanan ekstrim dari China.

Selain Repsol dan Mubadala, perusahaan energi Rusia Rosneft juga terpaksa menunda rencananya untuk pengeboran di lepas pantai karena adanya tekanan dari China. Dikabarkan kapal penjaga pantai China beroperasi di wilayah pengeboran akan berlangsung.


The Diplomat mencatat juru bicara Departemen Luar Negeri AS memperkirakan China secara efektif memblokir pengembangan sumber daya minyak dan gas senilai US$ 2,5 triliun di Laut China Selatan. Analis lain bahkan memperkirakan angka yang lebih tinggi.

Sebuah draft dokumen ASEAN juga menunjukkan adanya kode etik yang diajukan China terkait pengembangan sumber daya di wilayah maritim. Di mana hal tersebut harus dilakukan melalui kerja sama di dalam kawasan dan bukan dengan di luar perusahaan.

Akibat klaim China atas wilayah Laut China Selatan, hubungan Negeri Tirai Bambu dengan negara anggota ASEAN kerap mengalami ketegangan. Bukan cuma dengan Malaysia dan Vietnam, tapi juga dengan Filipina, Brunei dan Taiwan.


(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tertangkap Satelit, China Buat Pangkalan Militer Besar di LCS

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular