
Anomali RI, Covid-19 Malah Jadi Obat untuk 'Kanker' CAD

Jakarta, CNBC Indonesia - Neraca pembayaran atau Balance of Payment (BOP) Tanah Air pada kuartal kedua tahun ini berbalik arah menjadi surplus. Penurunan defisit transaksi berjalan (CAD) dan surplus transaksi modal dan finansial (TMF) menjadi pemicunya.
Bank Indonesia (BI) mencatat neraca pembayaran Indonesia pada periode April-Juni 2020 surplus US$ 9,2 miliar. Surplus ini merupakan yang tertinggi sejak kuartal kedua tahun 2011 atau sembilan tahun silam.
Surplus transaksi modal dan finansial yang sangat tinggi mampu mengimbangi defisit transaksi berjalan sehingga membuat neraca pembayaran pada kuartal kedua berbalik arah menjadi surplus dari sebelumnya mencatatkan defisit US$ 8,5 miliar pada tiga bulan pertama tahun ini.
Defisit transaksi berjalan (CAD) tercatat menyempit menjadi US$ 2,896 miliar atau setara dengan -1,2% PDB. CAD tercatat membaik dari kuartal sebelumnya yang mencapai US$ 3,75 miliar atau setara dengan -1,4% PDB.
Menyempitnya CAD ini disebabkan oleh surplus neraca transaksi barang yang mencapai US$ 3,98 miliar. Surplus terjadi akibat aktivitas impor turun lebih dalam ketimbang ekspor.
Meski mengalami surplus, tetapi surplus neraca perdagangan barang turun dibanding kuartal sebelumnya yang tercatat mencapai US$ 4,38 miliar. Penurunan surplus dipicu oleh penurunan surplus neraca barang non-migas.
Pelemahan permintaan global akibat lockdown yang masif pada kuartal kedua untuk mengendalikan pandemi virus corona membuat harga-harga komoditas mengalami penurunan.
Indonesia yang ekspornya masih didominasi oleh komoditas membuatnya rentan terhadap fluktuasi harga komoditas seperti minyak sawit mentah (CPO) dan batu bara yang jadi komoditas ekspor andalan.
Seperti yang diketahui bersama, harga batu bara acuan (HBA) terus mengalami penurunan hingga mencapai level terendah dalam empat tahun terakhir. HBA masih tertekan bahkan hingga kuartal ketiga.
Penurunan harga batu bara membuat surplus transaksi barang non-migas tentunya menjadi menurun. Beralih ke neraca perdagangan migas, defisit yang dicatatkan oleh pos ini menyempit akibat impor minyak yang turun signifikan lebih dalam dari ekspornya.
Penurunan impor minyak tercatat mencapai -52,9% (qoq) dan -60,5% (yoy) pada kuartal kedua tahun 2020 sebesar US$ 2 miliar. Penurunan impor minyak tersebut didorong oleh turunnya harga impor sejalan dengan penurunan harga minyak dunia dan penurunan volume impor produk minyak.
Penurunan volume konsumsi bahan bakar minyak (BBM) sebagai dampak dari kebijakan PSBB yang diterapkan di beberapa kota di Indonesia sebagai upaya pencegahan lebih lanjut penyebaran Covid-19 merupakan salah satu penyebab turunnya volume impor produk minyak.
Faktor lain yang memicu terjadinya penurunan CAD pada kuartal kedua ini adalah berkurangnya defisit neraca pendapatan primer yang berasal dari pendapatan dan pembayaran baik investasi langsung, maupun portofolio.
BI mencatat defisit neraca pembayaran primer pada kuartal kedua tahun ini mencapai US$ 6,17 miliar atau membaik dari kuartal I-2020 yang defisitnya tercatat mencapai US$ 7,93 miliar.
"Penurunan pertumbuhan ekonomi domestik pada triwulan II 2020 berdampak pada menurunnya imbal hasil investasi atas kepemilikan saham perusahaan terafiliasi dan menyebabkan penyempitan defisit neraca pendapatan primer" tulis BI dalam laporannya.
Perbaikan defisit neraca TB lebih lanjut tertahan oleh defisit neraca jasa khususnya jasa perjalanan karena turunnya kunjungan jumlah wisatawan mancanegara (wisman), meskipun defisit jasa transportasi tercatat lebih rendah seiring dengan penurunan impor.
Selain itu, penurunan stock Pekerja Migran Indonesia (PMI) selama pandemi Covid-19 turut berdampak pada penurunan surplus pendapatan sekunder akibat semakin menipisnya pendapatan dari remitansi.
