
Kok Pertamina Terdepak dari Fortune 500? Memang Kurang Apa?

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Pertamina (Persero), Badan Usaha Milik Negara sektor minyak dan gas bumi, kali ini harus keluar dari daftar 500 perusahaan berpendapatan tertinggi dunia yang dikeluarkan Fortune atau biasa dikenal dengan Fortune 500.
Dalam keterangan resminya, VP Corporate Communication Pertamina, Fajriyah Usman, mengatakan meski tidak masuk ke ke dalam daftar tersebut, tetapi total pendapatan Pertamina pada 2019 mencapai US$ 54,58 miliar dan laba bersih US$ 2,5 miliar. Adapun pendapatan ini menyamai perusahaan dunia yang menempati posisi ke-198 yaitu Nippon Steel Corporation yang sebesar US$ 54,45 miliar. Untuk itu, menurutnya, perseroan akan terus berupaya meningkatkan kinerja perusahaan sehingga tetap dapat disejajarkan dengan perusahaan dunia tersebut.
Untuk mengetahui kinerja keuangan Pertamina ini, mari kita lihat realisasi pendapatan dan laba bersih perseroan selama lima tahun terakhir ini, seperti dikutip dari laporan tahunan 2019:
Keterangan | 2015 | 2016 | 2017 | 2018 | 2019 |
Pendapatan (US$ Miliar) | 45,24 | 39,81 | 46,00 | 57,93 | 54,58 |
Laba Bersih (US$ Miliar) | 1,42 | 3,14 | 2,54 | 2,53 | 2,53 |
Dari tabel kinerja keuangan tersebut terlihat, bahwa meski dari sisi perolehan laba bersih pada 2019 setara dengan 2018, tetapi dari sisi pendapatan mengalami penurunan sekitar US$ 3 miliar. Bila dilihat tren lima tahun terakhir, laba Pertamina malah terlihat cenderung menurun sejak 2016, padahal dari sisi pendapatan meningkat sekitar 37%.
Turunnya pendapatan perseroan pada 2019 ini terlihat dari menurunnya penjualan minyak mentah, gas bumi, panas bumi dan produk minyak sebesar US$ 1 miliar menjadi US$ 43,7 miliar dari US$ 44,7 miliar. Meski dari sisi harga minyak mentah masih cukup tinggi yakni US$ 62 per barel, namun dari sisi kurs, rupiah mengalami penguatan pada 2019 menjadi rata-rata Rp 14.146,33 dari Rp 14.246,43 pada 2018.
Turunnya pendapatan perseroan pada 2019 ini terlihat dari adanya penurunan kinerja operasional khususnya dari sektor hulu. Berdasarkan laporan tahunan 2019 yang dipublikasikan di situs perseroan, produksi minyak dan gas bumi (migas) memang terlihat ada penurunan, terutama dari gas menjadi 2.822,46 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) pada 2019 dibandingkan produksi pada 2018 yang sebesar 3.059 MMSCFD.
Meski produksi minyak naik tipis menjadi 413,48 ribu barel per hari (bph) dari 393 ribu bph pada 2018, tetapi secara kalkulasi minyak dan gas bumi produksi migas perseroan turun menjadi 900,84 ribu barel setara minyak per hari (boepd) pada 2019 dari 921 ribu bph pada 2018.
Tak hanya itu, kinerja eksplorasi hulu migas pun terlihat melemah. Hal ini bisa terlihat dari tambahan cadangan terbukti yang turun menjadi 309,28 juta barel setara minyak (MMBOE) pada 2019, jauh dibandingkan 2018 yang mencapai 426,25 MMBOE.
Sedangkan dari sisi hilir, penjualan BBM pada 2019 naik tipis dibandingkan 2018 yakni menjadi 71 juta kilo liter (kl) dari 70 juta. Begitu pun penjualan non-BBM naik tipis menjadi 17 juta kl dari 16 juta.