Internasional

Aduh! Ekonomi China Kayaknya Susah 'Comeback' Nih

Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
14 August 2020 17:18
A resident cycles along a traditional alleyway, or hutong, with Chinese national flags to mark the 70th founding anniversary of People's Republic of China on October 1, in Beijing, China September 26, 2019. REUTERS/Jason Lee
Foto: Seorang warga bersepeda di sepanjang gang tradisional yang dihiasi bendera nasional China untuk menandai peringatan ke-70 pendirian Republik Rakyat China pada 1 Oktober nanti, di Beijing, Cina (26/9/2019). (REUTERS / Jason Lee)

Jakarta, CNBC IndonesiaEkonomi China telah sempat pulih dari efek pandemi virus corona (Covid-19) yang telah melanda negara itu dan dunia selama delapan bulan terakhir. Pemulihan itu diakibatkan oleh banyaknya stimulus yang dikucurkan pemerintah negara tempat awal wabah Covid-19 ditemukan tersebut.

Selain itu, selama pandemi mewabah, ekspor negara itu tetap tangguh dan negara dengan cepat menghidupkan kembali aktivitas ekonominya setelah melakukan penguncian (lockdown) selama beberapa bulan untuk membendung penyebaran wabah.

Namun, pada Jumat (14/8/2020), negara merilis sejumlah indikator ekonomi yang mengecewakan, membuat "comeback"-nya dari wabah diragukan.

Sebagaimana dilaporkan Reuters, dari data Juli yang dirilis Biro Statistik Nasional pada hari Jumat diketahui bahwa pertumbuhan output industri tahunannya lebih lemah dari perkiraan dan penjualan ritel kembali mencatatkan penurunan untuk bulan ketujuh berturut-turut.

Meski demikian, angka yang buruk itu berhasil sedikit diimbangi oleh penguatan investasi properti, menunjukkan bahwa stimulus baru-baru ini berhasil mendukung pembangunan.

Di sisi lain, sejumlah analis menyebut hilangnya momentum dalam ekonomi China mungkin dipengaruhi oleh banjir besar yang sejak Juni terjadi di China akibat hujan deras. Selain itu, juga karena adanya gelombang baru wabah corona di beberapa wilayah negara itu, yang membuat negara harus kembali menerapkan lockdown parsial.

"Meskipun mungkin ada rebound sederhana dalam beberapa aktivitas investasi jika banjir mereda dalam beberapa bulan mendatang, kami memperkirakan momentum pemulihan berurutan akan melemah di paruh kedua tahun ini (H2)," kata analis Nomura dalam sebuah catatan. Ia menyebut hal itu bisa terjadi karena sejumlah faktor, seperti berkurangnya permintaan, semakin rendahnya kemungkinan pelonggaran kebijakan lebih lanjut dan meningkatnya ketegangan Amerika Serikat (AS)-China.

Berdasarkan data, output industri tumbuh 4,8% pada Juli dari tahun sebelumnya, sejalan dengan pertumbuhan Juni tetapi kurang dari perkiraan kenaikan 5,1%.

Penjualan ritel turun 1,1% setahun ini, meleset dari prediksi untuk kenaikan 0,1% dan melanjutkan penurunan 1,8% di bulan Juni.

Penurunan penjualan ritel secara luas terjadi pada produk garmen, kosmetik, peralatan rumah tangga dan furnitur yang semuanya telah memburuk dari bulan Juni.

Namun demikian, penjualan mobil telah melonjak 12,3%, rebound dari penurunan 8,2% di bulan Juni.

"Meskipun penurunan investasi menyempit, konsumsi tetap lemah, menyoroti guncangan ekonomi abadi dari pandemi virus corona," kata Zhang Yi, kepala ekonom di Zhonghai Shengrong Capital Management.

"Mengingat kita kemungkinan melihat kebangkitan COVID di musim gugur dan musim dingin, tidak disarankan kebijakan moneter diperketat terlalu dini dan kebijakan fiskal tetap tidak mencukupi."

Di sisi lain, tingkat pengangguran berbasis survei nasional China bulan Juli tetap tinggi pada 5,7%, sama seperti bulan Juni.


(res)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ekonomi Cuma Tumbuh 0,4%, Jadi Sinyal Resesi China?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular