Internasional

Resesi, Resesi, Resesi, Nambah Lagi Negara Resesi!

Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
13 August 2020 07:15
Presiden Korea Selatan Moon Jae in menggelar preskon di kompleks pemerintah di pusat kota Seoul, Korea Selatan, Minggu, 23 Februari 2020. Presiden Korea Selatan telah menempatkan negara itu dalam siaga tertinggi untuk penyakit menular dan mengatakan para pejabat harus mengambil langkah untuk memerangi wabah virus. (Lee Jin-wook/Yonhap via AP)
Foto: Inggris terapkan Karantina Wilayah. (AP/Joe Giddens)

Hong Kong

Hantu resesi belum meninggalkan Hong Kong. Ekonomi kota di bawah China itu kembali mengalami kontraksi atau -9% di kuartal-II 2020 secara YoY.

Ini adalah kontraksi empat kuartal berturut-turut untuk pusat ekonomi global ini. Di mana aktivitas ekonomi sudah susut sejak pertengahan 2019, saat protes besar-besaran massa anti Beijing terjadi.

Meski begitu, data terbaru menunjukkan hasil yang lebih baik dibanding kuartal-I 2020, -9,1% (YoY). Di basis QtQ ekonomi - 0,1% di kuartal II-2020 ini.

"Ekonomi Hong Kong stabil pada kuartal terakhir ini karena stimulus fiskal dan permintaan yang lebih kuat di China mengimbangi konsumsi dan investasi yang melemah," kata Ekonom China untuk Capital Economics dalam sebuah catatan ditulis CNN Business.

Meski demikian, ancaman gelombang kedua Covid-19 harus diwaspadai. Beberapa pekan ini, kasus Covid-19 Hong Kong naik setelah mampu mengendalikan virus tiga bulan lalu.

"Jalan bergelombang menuju pemulihan" kata Kepala Keuangan Hong Kong Paul Chan dalam sebuah postingan blognya.

"Terulangnya epidemi lokal baru-baru ini, menunjukkan bahwa mungkin diperlukan waktu lama untuk ekonomi lokal pulih."

Hong Kong mendapat tekanan berat saat ini. Bukan hanya soal politik dan Covid-19, Hong Kong juga dijadikan hotspot perselisihan China dan AS.

Korea Selatan

Pada pekan lalu, Bank of Korea mengumumkan bahwa produk domestik bruto (PDB) negara itu secara QtQ di kuartal II tercatat -3,3%. Pada basis yang sama di kuartal I sebelumnya, ekonomi -1,3%.

Kontraksi ini adalah yang paling tajam sejak kuartal-I 1998. Perlambatan ini juga lebih parah dari polling Reuters 2,3%. Sementara secara YoY, PDB negara ini minus 2,9% dari periode yang sama tahun lalu.

Namun, ekonomi masih tumbuh di kuartal-I 1,4%. Penurunan ini terbesar sejak kuartal-IV tahun 1998. Ini juga lebih buruk dari polling Reuters 2%.

Menurut analis, penyebab dari perlambatan itu adalah karena tingginya tingkat ketergantungan negara pada perdagangan global, yang sangat terganggu selama banyak penguncian diberlakukan berbagai negara. Ekspor yang menyumbang 40% ekonomi, turun 16,6%.

"Saat pengeluaran konsumen seharusnya pulih bertahap, ancaman dari virus belum pudar sepenuhnya," kata Ekonom Capital Economics Asia Alex Holmes dikutip Reuters.

Menteri Keuangan Korsel Hong Nam-ki mengatakan ekonomi kemungkinan akan pulih pada kuartal-III. Sebelumnya IMF memperkirakan ekonomi Korsel akan berkontraksi 2,1% di 2020.

"Mungkin ... melihat rebound seperti China pada kuartal-III ketika pandemi melambat dan aktivitas produksi di luar negeri, sekolah dan rumah sakit berjalan lagi," katanya.

(sef/sef)
Next Page
Singapura
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular