Dampak Covid-19

2 Bulan Dibuka, Mal-Mal di Jakarta Masih Sepi 'Bak Kuburan'

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
12 August 2020 19:28
Senayan City (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Jumlah pengunjung pada pusat perbelanjaan di DKI Jakarta masih sangat minim sejak dibuka selama hampir dua bulan atau sejak pertengahan JuniĀ 2020. Jumlah pengunjung yang datang masih jauh dari kata normal, memang ada kenaikan tapi hanya pada akhir pekan.

"Untuk DKI Jakarta mal yang sudah buka sekitar 81 pusat belanja. Dari sejak dibuka pada 15 Juni, saat buka pertama traffic hanya 20-30%, sangat memprihatinkan. Belum pernah dalam sejarah, pusat belanja yang baru dibuka, itu traffic sangat rendah sekali," kata Ketua Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) DPD DKI Jakarta Ellen Hidayat kepada CNBC Indonesia, Rabu (12/8).

Ellen melihat faktor penting bisnis mal dan ritel adalah keberanian dari para konsumen untuk datang di tengah pembatasan jumlah pengunjung hanya 50% dari kapasitas mal. Ia bilang ada yang sudah berani datang ke pusat perbelanjaan, namun tidak sedikit juga yang ragu untuk kembali berbelanja secara langsung

"Berjalan waktu hampir masuki bulan kedua, memang ada kenaikan sedikit tapi nggak merata. Rata-rata yang datang sekitar 30-40%. Namun itu hanya untuk beberapa pusat belanja yang umumnya weekend," katanya.

Faktor lain yang diduga jadi penyebab masih sepinya kunjungan adalah karena sebagian fasilitas atau tenant di pusat perbelanjaan belum beroperasi kembali. Padahal, pada waktu normal tempat tersebut menjadi penyumbang kunjungan besar pada pusat perbelanjaan.

"Tenant-tenant di pusat belanja rata-rata belum buka 100%. Ini masih ada sekitar 80% sampai 90% karena sebagian kategori belum diizinkan pemerintah daerah setempat seperti gym, karaoke permainan anak. Sekitar 10% yang belum boleh buka," jelas Ellen.

Mal Mati Gaya

Ellen Hidayat mengungkapkan kondisi pusat perbelanjaan saat ini masih kesulitan. Biaya operasional yang harus dibayar tidak sebanding dengan pendapatan yang diterima, apalagi sejumlah tenant juga meminta keringanan akibat menurunnya penjualan.

"Dari pengalaman kami saat PSBB, rata-rata karena tenant nggak berpenghasilan, jadi minta diskon ke pusat belanja. Pembatasan traffic pengunjung sebesar 50% membuat masyarakat belum berani ke tempat belanja. Benar-benar membuat pengelola pusat belanja bukan (memiliki rapor) merah lagi, tapi babak belur," kata Ellen.

Namun, mengenai diskon yang diminta, itu kembali pada tenant dan pusat perbelanjaan masing-masing. Asosiasi tidak ikut campur karena bergantung pada kebijakan business to business masing-masing. Namun, tidak bisa dipungkiri keringanan biaya sewa diajukan oleh sebagian besar tenant atau mitra.

Untuk membantu tenant agar kembali dikunjungi pembeli, mal bisa melakukan inovasi. Sayangnya, regulasi yang ada juga tidak membuat pengelola mal bisa melakukan berbagai cara seperti pada waktu normal.

"Suatu bisnis paling berat ketika sudah ditutup, kemudian dibuka kembali. Sulit untuk menaikkan traffic-nya. Yang diperlukan pusat belanja adakan promosi untuk datangkan customer boleh. Namun saat ini yang nggak boleh, kita nggak bisa mendatangkan artis dan sebagainya. Nggak boleh ada penumpukan masyarakat jadi pihak mal kesulitan," sebut Ellen.


(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tak Ada Lagi Mal Baru di Jakarta, Kota Ini Malah Tambah Lagi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular