Jakarta, CNBC Indonesia - Penambahan pasien positif virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) di Indonesia melambat dalam tiga hari terakhir. Namun bukan berarti Indonesia sudah menang dalam perang melawan virus corona. Perjalanan masih panjang dan risiko masih tinggi.
Per 10 Agustus 2020, jumlah pasien positif corona di Tanah Air adalah 128.776 orang. Bertambah 1.693 orang (1,33%) dibandingkan sehari sebelumnya.
Secara persentase, laju pertumbuhan kasus melambat dalam empat hari terakhir. Pada 7 Agustus, jumlah pasien baru bertambah 2,08%. Selepas itu pertumbuhannya melambat menjadi 1,88%, 1,53%, 1,35%, dan 1,33%.
Dari data ini, terlihat bahwa Indonesia mungkin mulai bisa mengendalikan pandemi virus yang awalnya menyebar di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China tersebut. Kemudian datang lagi konfirmasi bahwa risiko penularan virus corona mengalami penurunan.
Pendekatan untuk mengukur risiko penularan bisa melalui tingkat reproduksi (Rt). Jika Rt masih lebih dari 1, maka seorang pasien positif berisiko menulari orang-orang lainnya. Target yang harus dicapai adalah Rt ditekan hingga ke bawah 1, sehingga rantai penularan bisa diputus.
Mengutip data Bonza, rata-rata Rt di seluruh provinsi adalah 0,99. Turun dibandingkan posisi 6 Agustus yang sebesar 1,03. Juga lebih rendah ketimbang posisi awal Agustus yakni 1,17.
Akan tetapi, Indonesia tetap mesti mawas diri. Pasalnya, masyarakat sepertinya semakin tidak berjarak selepas pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Pembatasan sosial (social distancing) semakin kurang dipatuhi, sesuatu yang berisiko meningkatkan risiko penyebaran virus corona.
Salah satu indikator untuk mengukur kepatuhan terhadap pembatasan sosial adalah Social Distancing Index keluaran Citi. Kalau angkanya semakin jauh dari nol maka masyarakat semakin berjarak, taat social distancing. Sebaliknya kalau kian dekat dengan nol maka warga kian tak berjarak.
Pada 7 Agustus, skor Social Distancing Index Indonesia adalah -17 setelah sepekan sebelumnya ada di -19. Artinya, warga +62 semakin dekat, risiko terciptanya kerumunan kian meningkat. Kalau sudah begini, jangan heran kalau kasus corona melonjak lagi.
Menjaga jarak adalah salah satu kunci untuk mengurangi ruang gerak penyebaran virus corona selain mencuci tangan dan memakai masker. Jika tidak dipraktikkan, Indonesia akan terus berisiko mengalami ledakan kasus corona.
Nah, yang dikhawatirkan adalah lonjakan kasus corona sampai membuat pemerintah kembali mengetatkan PSBB. Kita semua tahu apa yang diperbuat oleh PSBB pada kuartal II-2020, ekonomi Indonesia terkontraksi atau tumbuh negatif -5,32% year-on-year (YoY), pencapaian terburuk sejak 1999.
Saat PSBB mulai dilonggarkan pada awal Juni, roda ekonomi perlahan berputar lagi. Memang butuh waktu untuk mencapai kecepatan yang sama seperti masa pra-pandemi, tetapi jauh lebih baik ketimbang mati suri.
Jadi, momentum pemulihan ekonomi harus dijaga, bahkan kalau bisa ditingkatkan. Caranya adalah dengan mematuhi protokol kesehatan secara murni dan konsekuen, agar kasus corona bisa ditekan dan pemerintah tidak perlu mengetatkan PSBB.
Bank Dunia sudah memberi wanti-wanti, bahwa kalau PSBB ketat lagi maka resesi adalah sebuah keniscayaan. "Skenario di mana Indonesia mengalami resesi bisa terwujud jika terjadi lonjakan jumlah kasus yang menyebabkan pemerintah kembali menerapkan PSBB yang lebih ketat pada kuartal III dan IV. Ekonomi sulit untuk pulih ke level pra-pandemi sebelum 2021," tulis laporan Bank Dunia.
TIM RISET CNBC INDONESIA