
Kabar Buruk! Daya Beli Masih Lemes, Penjualan Mobil Buktinya

Jakarta, CNBC Indonesia - Penjualan mobil baru secara bulanan memang ada kenaikan secara retail tapi masih jauh dari capaian kondisi normal. Di sisi lain penjualan mobil bekas juga masih lesu, berdasarkan pengakuan para pedagang.
Namun, Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Jongkie D Sugiarto menyebut adanya perubahan pola pembelian mobil di tengah masyarakat saat pandemi covid-19. Pada kondisi normal, masyarakat lebih menyukai atau bahkan cenderung mempersiapkan untuk membeli unit mobil baru. Namun, di masa pandemi ini semuanya berubah.
"Permintaan leasing atau kredit untuk mobil bekas meningkat. Nah kita bisa berasumsi bahwa daya beli masyarakat kita turun, sangat turun. Sehingga yang dibeli adalah mobil bekas yang harganya tentunya lebih murah dari mobil baru," kata Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Jongkie D Sugiarto kepada CNBC Indonesia, Senin (10/8).
Pergeseran penyerapan jenis mobil ini sudah diprediksi sebelumnya oleh Gaikindo. Diperkirakan kemampuan masyarakat bakal bergeser seiring terkontraksinya pertumbuhan ekonomi. Ia sempat mengonfirmasi secara langsung kepada pihak perusahaan pembiayaan atau perbankan.
"Dibenarkan oleh pihak perbankan maupun leasing bahwa betul yang masuk aplikasi itu kebanyakan mobil bekas," sebutnya.
Jongkie mengaku tidak mempermasalahkan pendapatan yang diperoleh oleh industri mobil bekas. Namun, Ia menilai dampak dari meningkatnya penjualan itu tidak berpengaruh pada industri mobil keseluruhan.
"Kalau mobil bekas yang laku kita senang saja, tapi ini nggak akan mengerek angka penjualan mobil baru. Begitu juga dampaknya nggak positif terhadap industri otomotif yang ada. Industri otomotif ini kan membuat atau memproduksi mobil baru. Begitu juga pabrik komponen yang hari-hari ini hidupnya sangat bergantung pada industri otomotif, itu nggak terkerek naik," jelasnya.
Penjualan mobil baru pada bulan Juli lalu memang belum dirilis secara resmi oleh Gaikindo. Namun Jongkie menyebut angkanya masih jauh dari harapan industri otomotif keseluruhan.
"Untuk penjualan ritel atau dari diler ke konsumen itu ada kenaikan dari 29.900 unit atau 30 ribu di bulan Juli itu menjadi 36 ribu unit, kurang lebih naik 20%. Ini masih jauh dari keadaan normal," katanya.
Pajak Mobil
Jongkie meminta adanya relaksasi pajak untuk pembelian mobil. Hal ini dimaksudkan agar angka penjualan pada industri mobil bisa kembali terkerek naik. Ia menyebut cara ini sudah dilakukan oleh sejumlah negara.
"Yang sudah dilakukan negara tetangga kita, Malaysia dan Thailand yaitu memotong pajak-pajak yang ada dikenakan pada otomotif, sehingga harga mobil ini bisa turun. Makanya lebih terjangkau di masyarakat," kata Jongkie.
Ia menilai pemberian stimulus seperti yang sudah dilakukan beberapa negara tetangga mampu mendongkrak penjualan mobil. Namun, stimulus itu layaknya diberikan agar menyasar langsung kepada harga mobil baru.
"Kalau diberi pemotongan pajak pada mobil baru, harga turun, orang sanggup beli mobil baru maka industri bergulir. Industri dan juga pabrik komponen-komponen lain bekerja full," paparnya.
Ketika pabrik sudah berjalan, maka industri turunannya bisa kembali bergerak. Ia menilai penurunan harga mobil yang terjadi akan berbanding lurus dengan stimulus yang diberikan pemerintah. Jika stimulusnya besar, maka penurunannya pun berpotensi sama.
Tidak ketinggalan, faktor lain yang memengaruhi adalah kebijakan yang perlu sinkron antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pasalnya, dua-duanya memungut pajak yang tidak kecil.
"Kalau pemerintah pusat pungut PPN (Pajak Pertambahan Nilai), PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah). Tapi pemerintah daerah juga memungut, yaitu bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) ada pajak kendaraan bermotor (PKB). Kalau pemerintah pusat, pemerintah daerah dan pengusaha sama-sama bisa memotong ini semua, maka harga bisa diturunkan, sehingga bisa dibeli masyarakat," jelasnya.
Jika langkah itu bisa diambil, maka bakal sama dengan kebijakan Pemerintah Malaysia dimana adanya pembebasan pajak penjualan 100% untuk model yang dirakit secara lokal (CKD) dan 50% untuk model yang diimpor secara utuh (CBU), dari tanggal 15 Juni hingga 31 Desember 2020.
Dengan langkah itu, harga mobil penumpang CBU bisa lebih murah 5% dan harga mobil penumpang CKD di Malaysia bisa lebih murah 10%.
(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Parah! Penjualan Mobil Februari Jeblok Gegara Pajak 0%