
Tiang Ekonomi Keropos Dimakan Corona, Pantas RI Resesi

Tak hanya kinerja industri pengolahan saja yang rontok. Industri lainnya juga mengalami hal serupa. Misalnya di sektor perdagangan yang mengalami kontraksi yang bahkan lebih parah dari sektor industri pengolahan.
Data BPS menunjukkan sektor ini mencatatkan kinerja yang anjlok 7,57% (yoy). Penyebabnya apalagi kalau bukan penjualan yang lesu. Penjualan barang-barang tahan lama seperti mobil dan sepeda motor turun signifikan.
Dari sisi permintaan, penjualan otomotif juga bisa dibilang lesu bukan main. Tengok saja penjualan mobil yang merosot hingga 90% lebih dan merupakan yang terparah sejak krisis moneter 22 tahun silam.
Penutupan gerai penjualan selama diberlakukannya PSBB menyebabkan penurunan omzet perdagangan ritel. Bank Indonesia (BI) mencatat penjualan ritel juga terpuruk dan mengalami kontraksi yang dalam. Pada Mei saja, penjualan ritel mengalami kontraksi sebesar 20,6% (yoy).
Beralih ke sektor lain, konstruksi sebagai sektor yang digadang-gadang sebagai motor penggerak ekonomi melalui pembangunan infrastruktur pun ikut terkontraksi. Sektor ini mencatatkan pertumbuhan -5,39% pada kuartal kedua.
PSBB yang diterapkan hampir di seluruh pelosok negeri membuat proyek-proyek infrastruktur terlambat dieksekusi bahkan sampai mengalami penundaan. Maklum fokus pusat saat ini adalah mengatasi pandemi Covid-19. Selain itu menurunnya komponen bahan baku impor untuk aktivitas konstruksi juga menjadi faktor yang membebani kinerja sektor ini.
Di sektor pertambangan, kontraksi yang tercatat tergolong relatif minim jika dibandingkan dengan tiga sektor penopang ekonomi lainnya. Sektor pertambangan mencatatkan penurunan sebesar 2,72% (yoy).
Melemahnya permintaan global membuat harga-harga komoditas anjlok. Sebagai negara yang ekonominya bertumpu pada komoditas terutama komoditas tambang seperti batu bara tentu ini bukanlah kabar baik.
Oleh karena itu, wajar saja jika RI harus mengalami resesi teknikal mengingat fondasi penopangnya yaitu manufaktur, perdagangan, konstruksi hingga pertambangan kini sedang reyot.
Namun tak semua sektor mengalami kontraksi. Ada beberapa sektor yang justru mengalami pertumbuhan seperti sektor pertanian yang kontribusi terhadap PDB-nya besar hingga 15,5%.
Baiknya kinerja sektor pertanian didukung oleh pertumbuhan sektor tanaman pangan, kehutanan dan perkebunan. Tanaman Pangan tumbuh didorong oleh pergeseran musim tanam yang mengakibatkan puncak panen padi terjadi pada Triwulan II-2020.
Kehutanan dan Penebangan Kayu didorong oleh peningkatan kinerja sektor hulu kehutanan untuk produksi kayu bulat hutan tanaman industri.
Tanaman Perkebunan tumbuh didorong oleh peningkatan produksi kelapa sawit, kopi, dan tebu di beberapa sentra produksi serta adanya peningkatan permintaan luar negeri untuk komoditas olahan kelapa sawit (CPO).
Selain pertanian, ada beberapa sektor lain yang juga mencatatkan pertumbuhan seperti informasi-komunikasi, jasa keuangan, jasa pendidikan, real estat, kesehatan, hingga perdagangan air. Namun kontribusinya tak sebesar empat sektor utama yaitu manufaktur, perdagangan, konstruksi dan pertambangan.
Pada akhirnya lesunya kinerja sektor-sektor penopang ekonomi domestik membuat RI harus merasakan getirnya apa yang disebut sebagai resesi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg)[Gambas:Video CNBC]