Sudah Lama Ketinggalan Petronas, Ini Langkah Awal Pertamina!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
30 July 2020 12:09
Peresmian penyalur BBM satu harga di pelosok RI. (CNBC Indonesia/Muhammad Choirul Anwar)
Foto: Peresmian penyalur BBM satu harga di pelosok RI. (CNBC Indonesia/Muhammad Choirul Anwar)

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Pertamina (Persero) belum lama ini melakukan perombakan manajerial. Posisi direksi mengalami perubahan dengan mengerucutkan personel dari 11 menjadi enam.

Keputusan Menteri BUMN nomor SK-198/MBU/06/2020 menyebutkan, direksi Pertamina yang baru terdiri dari Nicke Widyawati (Direktur Utama), Koesharnanto (Direktur Sumber Daya Manusia), Emma Sri Hartini (Direktur Keuangan), M Haryo Yunianto (Direktur Penunjang Bisnis), Mulyono (Direktur Logistik dan Infrastruktur), serta Iman Rachman (Direktur Strategi, Portofolio, dan Pengembangan Usaha).

Sedangkan direktorat operasional yang sebelumnya ada di Pertamina akan masuk ke beberapa sub-holding yang telah dibentuk yaitu Upstream, Refinery & Petrochemical, Commercial Trading, Power & New and Renewable Energy, serta Shipping Company. Semua sub-holding tersebut akan menjalankan bisnis bersama dengan sub-holding gas yang sebelumnya telah terbentuk di bawah Pertamina melalui PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) sejak 2018.

Tugas Pertamina sebagai holding akan diarahkan pada pengelolaan portofolio dan sinergi bisnis di seluruh Pertamina Grup, mempercepat pengembangan bisnis baru, serta menjalankan program-program nasional. Sementara sub-holding akan menjalankan peran untuk mendorong operational excellence. Melalui struktur baru ini, diharapkan Pertamina dapat menjadi lebih lincah, fokus, dan cepat dalam pengembangan kapabilitas kelas dunia di bisnisnya masing-masing sehingga dapat mengakselerasi pertumbuhan skala bisnis untuk menjadi perusahaan energi terdepan dengan nilai pasar US$ 100 miliar serta menjadi penggerak pengembangan sosial pada 2024.

Berikut gambaran struktur Pertamina yang baru:

pertaminaPertamina

Model struktur perusahaan dengan sub-holding seperti ini tidak asing di bisnis migas internasional. Sejumlah perusahaan migas yang menjadi pemain besar di percaturan bisnis energi dunia sudah menerapkan struktur serupa.

Ambil contoh Petronas, perusahaan migas milik negara asal Malaysia. Tan Sri Wan Zulkiflee Wan Arifin adalah President & Group CEO dan YM Tengku Muhammad Taufik Tengku Aziz adalah Executive Vice President & Group CFO. Berikutnya adalah para pimpinan sub-holding yaitu Adif Zulkifli (Executive Vice President & CEO Upstream), Datuk Md Arif Mahmood (Executive Vice President & CEO Downstream), dan Adnan Zainol Abidin (Executive Vice President & CEO Gas & New Energy).

Anak usaha Petronas juga sudah melantai di bursa saham Malaysia, seperti Petronas Dagangan Berhad dan Petronas Gas Berhad. Rata-rata pendapatan Petronas selama 2009-2018 adalah MYR 257,11 miliar, tumbuh 2,69% per tahun.

Mengutip jurnal berjudul Petronas: A National Oil Company with an International Vision karya Fred Von Der Mehden dan Al Troner yang diterbitkan oleh The James A Baker III Institute for Public Policy, Petronas sering dijadikan contoh sukses sebuah perusahaan pribumi bisa go-international. Petronas relatif bersih dari korupsi dan pada saat yang sama mampu menjadi pemain penting dalam bisnis migas dunia dengan mengembangkan bisnis ke berbagai negara.

"Manajemen Petronas punya reputasi yang menarik. Orang-orang di sana dipandang sebagai individu yang kompeten dan efektif dalam bekerja. Rober Manning dalam buku Asian Energy menyatakan, manajemen Petronas punya reputasi manajemen komersial yang solid dan mendorong profitabilitas," sebut jurnal itu.

Contoh lain adalah PTT, perusahaan migas asal Thailand. Sub-holding di bawah PTT terdiri dari Uptsream, International Business, Chemical Business, Investment and New Business, serta Oil and Retail Business.

Sepanjang 2003-2019, rata-rata pendapatan PTT adalah THB 4,54 triliun. Rata-rata pertumbuhan pendapatan selama periode tersebut adalah 13,28%.

Petronas dan PTT sudah menjadi perusahaan migas berkelas dunia. Sebagai langkah awal menuju ke sana, Pertamina juga perlu menerapkan best practice yang sama. Salah satunya dengan struktur organisasi yang lebih luwes, fleksibel, dan mampu bergerak cepat.

Mengutip makalah berjudul The Trademarks of Agile Organization karya Mouther Aghina, Karin Ahlback, Aaron De Smet, Gerald Lackey, Michael Lurie, Monica Murarka, dan Christopher Handscomb terbitan McKinsey & Company, perusahaan modern sudah bisa lagi diperlakukan dengan kaku bak mesin. Perusahaan modern harus berpusat kepada pengembangan manusia dan mampu berdaptasi dengan cepat terhadap perubahan lingkungan dan bisnis.

Ada empat ciri perusahaan modern yang mampu maju di tengah perkembangan zaman yang begitu cepat. Pertama adalah kemampuan untuk cepat beradaptasi.

"Seluruh pemangku kepentingan menginginkan perubahan yang cepat. Konsumen, mitra, dan regulator mendorong perubahan tersebut, investor ingin ada pertumbuhan. Semuanya harus bisa dipenuhi," sebut makalah itu.

Ciri kedua adalah pengenalan terhadap teknologi. Berbagai perusahaan kini mengedepankan digitalisasi dan automasi. Misalnya internet of things dan pengenalan teknologi robotik.

Ciri ketiga adalah keterbukaan informasi. Peningkatan transparansi dan distribusi informasi menjadi penting bagi konsumen, mitra, dan seluruh pemangku kepentingan.

Ciri keempat adalah merekrut bakat-bakat terbaik. Bakat-bakat tersebut sebaiknya memiliki latar belakang yang beragam, pengalaman yang berbeda, dan tujuan hidup yang bervariasi. Dengan begitu, kultur perusahaan akan semakin kaya dan mampu menghadapi berbagai tantangan yang ada.

Semoga perubahan struktur Pertamina mampu mengakomodasi empat ciri tersebut. Jika bisa diterapkan, maka upaya Pertamina menjadi perusahaan migas papan atas dunia sudah berada di jalur yang benar.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular